TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Divisi Program dan Komunikasi (Prokom) Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), Hudi D Suryodipuro menyoroti kinerja industri hulu migas dalam beberapa waktu terakhir. Ia menyebutkan, selama dua dekade terakhir, industri hulu migas telah menjadi penyumbang kedua terbesar penerimaan negara setelah pajak, dengan total kontribusi sebesar Rp5.045 triliun.
Di tahun 2023, investasi industri hulu migas tercatat mencapai US$ 13,7 miliar atau setara Rp 206 triliun. Angka ini meningkat 13 persen dari realisasi di tahun 2022 dan lebih tinggi 5 persen dari rencana jangka panjang (long term plan/LTP). Investasi ini, lanjut Hudi, juga di atas tren investasi E&P Global.
“Upaya kita untuk terus mencari dan mengembangkan cadangan migas baru berhasil mempertahankan Reserve Replacement Ratio (RRR) di atas 100 persen selama enam tahun berturut-turut,” kata Hudi di acara peringatan HUT RI ke-79 di Kantor Pusat SKK Migas Jakarta, dikutip dari keterangan resmi pada Ahad, 18 Agustus 2024. SKK Migas juga telah menyelesaikan proyek-proyek besar seperti Lapangan Jangkrik, Lapangan Jambaran Tiung Biru (JTB), dan Tangguh Train 3. Hudi melanjutkan, sejak tahun 2012, pasokan gas untuk kebutuhan domestik telah melebihi ekspor.
Kegiatan usaha hulu migas, ia menambahkan, seperti pengeboran dan eksekusi proyek, juga turut menciptakan efek multiplier yang signifikan melalui penerapan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) yang mencapai 58 persen dari total belanja, dan penyediaan lapangan kerja untuk 150.000 pekerja melalui Program Pemberdayaan Masyarakat (PPM). “Pada tahun 2024 ini, telah diperoleh Kesepakatan Anggaran PPM sebesar US$ 35,38 juta atau sebesar Rp 530 miliar, naik sebesar 127 persen dari tahun 2023 yang sebesar US$ 27,7 juta,” kata Hudi.
Hudi juga menyoroti kinerja eksplorasi dengan temuan eksplorasi di Geng North, Layaran, dan Tangkulo. Temuan ini dikatakan telah menempatkan Indonesia pada posisi teratas temuan eksplorasi di Asia Tenggara selama dua tahun terakhir. “Temuan ini membuktikan bahwa potensi subsurface Indonesia masih sangat menjanjikan,” kata Hudi.
Kemudian, ia juga membahas upaya peningkatan produksi minyak melalui produksi dari Banyu Urip Infill Clastic atau BUIC. Sumur B-13 yang merupakan sumur pertama dari proyek ini telah memproduksikan minyak pada tanggal 9 Agustus lalu. “Beberapa hari lalu kita juga menyaksikan pengapalan ke-1.000 minyak mentah dari Lapangan Banyu Urip. Kita berharap enam sumur berikutnya dari Proyek BUIC akan segera menyusul sehingga kontribusi proyek ini untuk semakin mengangkat profil produksi minyak nasional dapat terwujud,” ujar dia.
Namun Hudi mengakui, masih ada tantangan yang dihadapi oleh industri migas. Tantangan industri hulu migas ini berupa belum tercapainya produksi migas dari target yang ditetapkan. Menurut dia, industri migas memiliki gap yang signifikan yang perlu dijembatani untuk mencapai target produksi rencana jangka panjang sebesar 1 juta barel minyak per hari (barrel of oil per day/BOPD) dan 12 miliar kaki kubik persegi per hari (billion square cubic feet per day/BSCFD).
“Untuk tahun 2024, dari target produksi minyak LTP sebesar 709.000 BOPD, produksi baru mencapai 579.000 BOPD, artinya terdapat kekurangan sebesar 130.000 BOPD yang perlu kita atasi. Sedangkan untuk gas, target LTP untuk tahun 2024 adalah 6.736 MMSCFD, tetapi produksi saat ini hanya mencapai 5.334 MMSCFD, mengakibatkan selisih sebesar 1.402 MMSCFD yang masih perlu diisi,” kata dia.
SKK Migas juga membidik sejumlah target baru yang harus dicapai oleh industri migas, salah satunya peningkatan investasi sebesar US$ 16,1 miliar atau Rp242 triliun. Target investasi ini naik 17 persen dibandingkan tahun 2023 yang tercatat sebesar US$ 13,7 miliar atau sebesar Rp206 triliun.
Kemudian SKK Migas juga menargetkan adanya peningkatan kegiatan pengeboran secara masif. Pada tahun 2024, SKK Migas membidik target kegiatan pengeboran bisa mencapai 932 sumur, atau naik sebesar 388 persen dari realisasi tahun 2020 yang hanya mencapai 240 sumur.
Terkait dengan target Portfolio Industri Hulu Migas hingga tahun 2029, Hudi menyebutkan SKK Migas telah memiliki 141 proyek dengan total investasi US$ 36,25 miliar atau setara Rp 543 triliun. Adapun proyek-proyek tersebut terdiri dari enam Proyek Strategis Nasional (PSN) dengan total investasi sebesar US$ 32,47 miliar atau sebesar Rp 487 triliun. Sementara untuk 135 Proyek non-PSN lainnya, total nilai investasi sebesar US$ 3,78 miliar atau sebesar Rp 57 triliun.
Hudi menegaskan, target tersebut dapat terwujud dengan kolaborasi dari semua stakeholder industri migas. Apalagi dengan dua temuan besar cadangan gas beberapa waktu lalu di Indonesia yang membuat gairah investasi industri migas ikut meningkat. “Dengan melihat potensi ini, kita harus bergerak bersama untuk mewujudkan peningkatan produksi migas dan mencapai ketahanan energi nasional,” pungkas dia.
Pilihan Editor: Viral karena Hampir Pingsan di IKN, Segini Kisaran Gaji Paskibraka