TEMPO.CO, Jakarta - Proyek Strategis Nasional (PSN) Rempang Eco-City yang tengah digalakkan pemerintah dan swasta di Pulau Rempang tidak hanya mengancam keberadaan rumah dan tanah warga, tetapi juga mata pencaharian mereka. Miswadi, 46 tahun, warga Rempang yang datang ke Jakarta untuk melakukan aksi demonstrasi mengungkapkan proyek tersebut telah menyebabkan gangguan besar terhadap ekonomi warga setempat, terutama mereka yang bekerja sebagai nelayan dan petani.
Miswadi mengatakan intimidasi dan ketakutan yang melanda warga akibat proyek ini telah membuat mereka kehilangan konsentrasi dalam bekerja. Para nelayan dan petani yang biasanya fokus pada pekerjaan mereka kini terpaksa memikirkan keselamatan tanah dan rumah mereka setiap hari.
“Sekarang seperti nelayan, dia kan harus ke laut. (Sementara ada) penjagaan di daerah, apakah dia bisa konsentrasi ke laut? Kan tidak," ujarnya kepada Tempo usai aksi demo di depan Kementerian Koordinator Perekonomian, Rabu, 14 Agustus 2024.
Gangguan psikologis ini, menurut Miswadi, telah menyebabkan penurunan pendapatan yang signifikan di kalangan warga. Dia mencontohkan bagaimana petani yang biasanya bekerja dengan produktif di ladang kini tidak bisa fokus karena khawatir dengan kemungkinan datangnya aparat atau pihak yang tidak bertanggung jawab ke kampung mereka. "Konsentrasi kita tidak ada, pendapatan kita pasti turun," ujar pria yang juga bekerja sebagai petani sekaligus nelayan ini.
Tidak hanya itu, proyek ini juga telah menghentikan beberapa kegiatan ekonomi peternakan yang sebelumnya menjadi sumber penghasilan warga. Miswadi menyebutkan kandang-kandang ayam yang dimiliki warga kini telah ditutup akibat rencana relokasi. “Beberapa kandang ayam sudah tutup sekarang karena mau direlokasi," kata dia.
Miswadi mengungkapkan janji pemerintah untuk mengganti pekerjaan warga yang hilang akibat proyek ini belum terealisasi. Warga pun makin khawatir dengan masa depan ekonomi mereka. "Kalau menunggu pembangunan baru, kapan? Harus membutuhkan waktu yang panjang. Apakah sanggup masyarakat menunggu selama waktu itu tidak ada pekerjaan? Kan enggak mungkin," ucapnya.
Aksi demonstrasi warga Rempang hari ini didukung oleh sejumlah mahasiswa dari Universitas Trilogi dan Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia atau BEM-SI, serta gabungan masyarakat sipil yang terdiri dari Walhi, Jatam, KontraS, AJI, dan KPA. Mereka semua bersatu mendampingi warga Rempang untuk menentang proyek yang dianggap akan merugikan warga dan lingkungan di Pulau Rempang.
Para demonstran membawa berbagai spanduk dan poster bertuliskan "Masyarakat Rempang Tolak PSN Rempang Eco-City! Raja Adil Raja Disembah, Raja Zalim Raja Disanggah” dan "Jangan Rusak Laut Darat Kami", para demonstran mengecam proyek yang mereka anggap akan merugikan masyarakat setempat. Mereka juga menyebut pemerintah tidak melindungi hak-hak warga, terutama perihal ancaman relokasi paksa dan kerusakan lingkungan yang akan ditimbulkan oleh proyek tersebut.
Perwakilan dari Walhi, Uli, yang menjadi orator dalam aksi tersebut menyoroti keterlibatan investor asing, khususnya dari Cina, dalam pembiayaan proyek Rempang. "Setengah dari investasi Rempang Eco-City dibiayai oleh investor Cina," ujarnya. Ia juga mengatakan pembangunan ini tidak hanya merugikan masyarakat Rempang, tetapi juga berdampak pada lingkungan yang lebih luas sehingga meningkatkan kerentanan terhadap bencana alam.
Aksi ini juga diwarnai dengan kritik tajam terhadap Badan Pengusahaan (BP) Batam yang dianggap gagal menyelesaikan persoalan di Pulau Rempang sehingga memaksa warga untuk datang jauh-jauh ke Jakarta demi menyuarakan penolakan mereka. "Seharusnya BP Batam itu malu, karena mereka tidak mampu menyelesaikan persoalan di sana. Rakyat harus jauh-jauh ke Jakarta," kata Uli.
Pilihan Editor: Viral karena Hampir Pingsan di IKN, Segini Kisaran Gaji Paskibraka