Dengan indikator tersebut, Indonesia dikatakan termasuk negara dengan kinerja utang yang baik. Terutama dibandingkan dengan negara maju seperti Jepang dan Amerika Serikat yang rasio utang terhadap PDB-nya masing-masing telah menembus 200 persen dan 100 persen terhadap PDB.
Namun indikator rasio utang pemerintah terhadap PDB ini akan menyesatkan bila di saat yang sama kemampuan membayar utang dari pemerintah tidak siperhatikan. PDB baru merupakan potensi penerimaan pemerintah, sedangkan penerimaan pemerintah yang aktual tercermin pada rasio pajak.
Tax ratio Indonesia hanya di kisaran 10 persen dari PDB, sedangkan tax ratio Jepang di kisaran 35 persen dan Amerika Serikat 30 persen dari PDB. “Maka membandingkan rasio utang pemerintah Indonesia secara langsung dengan negara lain tanpa memperhatikan kemampuan membayar utang, menjadi menyesatkan,” kata dia.
Indikator yang lebih tepat untuk menilai tingkat keamanan utang karena itu bukan rasio utang pemerintah terhadap PDB. Melainkan rasio antara bunga utang dan cicilan pokok utang dengan penerimaan perpajakan, yang mencerminkan pendapatan pemerintah yang sesungguhnya.
Dengan membandingkan biaya dari utang terhadap penerimaan perpajakan, akan terlihat beban utang pada keuangan negara telah berada pada tingkat yang sangat memberatkan. Meski stok utang terhadap PDB masih terjaga. “Karena itu mengancam keberlanjutan fiskal,” kata dia.
Baca selengkapnya: Perencanaan Mentah Proyek Infrastruktur Jokowi
Pada 2005-2014, di era Presiden SBY, beban bunga utang dan cicilan pokok utang yang jatuh tempo rata-rata mencapai 32,9 persen dari penerimaan perpajakan setiap tahunnya. Pada 2015-2022 atau era Presiden Jokowi, angka ini melonjak menjadi 47,4 persen.
Dengan hampir setengah dari penerimaan perpajakan diprioritaskan untuk membayar beban utang, ruang fiskal yang tersisa menjadi sangat terbatas. Di saat yang sama, proyek strategis nasional seperti IKN dan PSN, seringkali harus dibiayai dengan utang. “Atas nama rakyat kemudian defisit anggaran dilakukan. Pembuatan utang baru menjadi terbenarkan dan bahkan seolah menjadi tugas mulia,” ujarnya.
Adapun Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto mengatakan utang merupakan tanggung jawab yang selalu dibawa dari pemimpin sebelumnya. Yang terpenting menurut dia adalah pemerintah terus berupaya menjaga agar pembiayaan lancar. “Indonesia tidak pernah telat bayar utang,” katanya ditemui selepas memberikan orasi ilmiah pada kuliah mengenang pemikiran BJ Habibie di Jakarta.
Politikus Partai Golkar itu juga menampik pembiayaan APBN dari penarikan utang yang kurang produktif dan tidak berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi. Buktinya, ia melanjutkan, Indonesia mempunyai capaian mampu memimpin G20 pada 2022.
Septi Nadya berkontribusi dalam penulisan artikel ini
Pilihan Editor: Rupiah Melemah Jadi Rp 16.250 per Dolar AS, Analis Ingatkan Prabowo-Gibran Hati-hati dengan Warisan Utang Jatuh Tempo