TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengumpulkan sejumlah menteri di Istana Kepresidenan Jakarta pada Selasa, 25 Mei 2024, untuk rapat internal di tengah industri tekstil yang ambruk.
Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Keuangan Sri Mulyani, dan Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita sudah tiba di pintu depan Istana Negara sejak pukul 13.30 WIB.
Adapun Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah tiba di pintu depan Istana Negara beberapa menit sebelum rapat dimulai pada 14.15 WIB.
Para menteri dijadwalkan membahas soal perundingan Indonesia-Uni Eropa Comprehensive Economic Partnership Agreement IUE-CEPA, sebelum membahas industri tekstil pada 14.30 WIB. "Abis itu yang penting soal tekstil dan produk tekstil," kata Zulkifli sebelum bertemu Jokowi.
Sejak dua tahun terakhir, Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia Redma Gita Wirawasta mencatat setidaknya sudah ada 50 perusahaan anggotanya yang gulung tikar. Kondisi tersebut telah merenggut pekerjaan dari sekitar 150 ribu orang. Masalahnya, perusahaan yang bertahan juga tidak dalam kondisi prima. Utilitas pabrik terus turun sejak 2022.
Pada 2022, utilitas pabrik hanya sekitar 72 persen. Kini rata-rata pabrik hanya beroperasi 45 persen dari kapasitasnya. Di tengah kondisi ini, perusahaan harus mengatur waktu produksi. Jika biasanya bisa tiap hari produksi, Redma mengatakan bisa saja jadi hanya tiga hari kerja. "Meski tidak di-PHK, pekerja di perusahaan ini jadi tidak bekerja full dan bayarannya juga berkurang," kata Redma kepada Tempo, dikutip Koran Tempo pada 22 Juni 2024.
Jika kondisi tak bertambah baik, utilitas pabrik bakal terus turun hingga akhirnya tutup. Sayangnya belum ada tanda-tanda datangnya angin segar buat industri tekstil dan produk tekstil ini.
Ketua Umum Ikatan Pengusaha Konveksi Berkarya (IPKB), Nandi Herdiaman, menyatakan 60 persen industri tekstil dan produk tekstil anggotanya yang merupakan Industri Kecil Menengah (IKM) kini tak lagi beroperasi. Dia menyebut gelombang gulung tikar ini disebabkan oleh banjir impor tekstil ke dalam negeri sepanjang dua tahun terakhir.
“Pasar dalam negeri kita baik offline maupun online disikat semua oleh produk impor yang harganya tidak masuk akal,” ujar Nandi melalui keterangan tertulis, Kamis, 20 Juni 2024.
Nandi menduga barang impor itu masuk secara ilegal. Sebab, menurut dia, harga barang-barang itu dipasarkan dengan sangat murah, bahkan di bawah harga bahan bakunya. Kalau impor garmen secara resmi, kata dia, seharusnya ada Pajak Pertambahan Nilai (PPN), bea masuk, dan bea safeguard-nya. “Jadi tidak mungkin per potongnya dijual di bawah harga Rp 50.000,” kata Nandi.
Dengan harga yang sangat murah ini, Nandi mengatakan para pengusaha baik IKM maupun perusahaan besar tidak akan kuat menghadapi persaingan dengan produk-produk impor. Karena itu, dia mengaku tak heran banyak perusahaan kecil dan besar dari hulu sampai hilir melakukan PHK, bahkan menutup pabrik mereka.
Pilihan Editor: Diminta Laporkan Kerugian akibat Aturan Impor, Bos Industri Tekstil: Ombudsman Harusnya Inisiatif Investigasi