Wakil Ketua Komisi II DPR Junimart Girsang mengatakan lembaganya mengapresiasi kegiatan Reforma Agraria Summit 2024 oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional. Dia menyebut kegiatan ini baik untuk mengatur masalah pertanahan di Indonesia.
Senyampang itu, Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan atau PDIP ini mengatakan Komisi II akan tetap mengawal dan mengawasi pelaksanaan reforma agraria yang tengah berlangsung. Selain itu, dia juga mendorong agar Kementerian ATR/BPN juga menggandeng Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk menyelesaikan persoalan agraria. Dia beralasan kedua kementerian ini kerap terjadi masalah.
“Dalam praktik yang ada selama ini membuat keresahan di masyarakat. Sertifikat (dari Badan Pertanahan) sudah terbit lama, tapi tidak bisa menopang ekonomi. Ketika di perbankan ditolak, alasannya sebagian tanah yang dimiliki itu masuk kawasan hutan,” kata Junimart usai menghadiri Reforma Agraria Summit di The Meru, Sanur, Denpasar, Bali, pada Jumat, 14 Juni 2024.
Sementara itu, AHY juga mengakui masih ada target realisasi dari program legalisasi aset tanah yang belum tercapai. Dari pendaftaran tanah mencapai 279,83 persen dari target, sedangkan pendaftaran tanah transmigrasi baru 24,92 persen. Meski demikian, dalam program reforma agraria ini telah menjangkau 12,5 juta hektar (ha) tanah atau 138 persen dari target 9 juta ha tanah.
Dalam realisasi redistribusi tanah program ini mencapai 1,8 juta hektar dengan rincian redistribusi tanah eks-hak guna usaha atau HGU, tanah terlantar, dan tanah negara lainnya seluas 1.434.102,06 hektar dan redistribusi tanah dari pelepasan kawasan hutan seluas 383.228,31 hektar.
AHY menyebut usulan untuk bekerja sama dengan KLHK ini penting untuk dikerjakan. Dia menyebut kerja sama lintas sektor ini juga telah diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 62 Tahun 2023 tentang Percepatan Pelaksanaan Reforma Agraria memiliki terobosan untuk Penyelesaian Penguasaan Tanah dalam Kawasan Hutan (PPTPKH).
Tumpang-tindih kebijakan, kata AHY, merupakan salah satu hambatan dalam pelaksanaan program reforma agraria yang dijalankan pemerintah, khususnya Kementerian ATR/BPN.
“Saat ini kita memiliki mekanisme ‘survei bersama’ instansi lintas sektor, antara Kementerian ATR/BPN dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK). Kedua kementerian turun ke lapangan untuk melakukan proses verifikasi dan validasi bersama,” ujar AHY.
Hasil kesepakatan survei bersama dua kementerian ini akan menjadi dasar bagi Kementerian ATR/BPN untuk melakukan sertifikasi tanah masyarakat yang telah dikeluarkan wilayahnya dari kawasan hutan. Dengan mekanisme ini, AHY berharap tidak ada lagi aparatur yang terkena persoalan hukum karena dianggap telah mengakibatkan kerugian negara.
“Mari kita tingkatkan koordinasi dan komunikasi yang erat di antara masing-masing kementerian,” tutur AHY.
AHY pun mengatakan bahwa perlindungan pada aparatur pemerintah yang terlibat dalam penanganan sengketa dan konflik agraria akan semakin jelas dan kuat dengan terbitnya Perpres Nomor 62 Tahun 2023. Dia menilai tak boleh ada korban dari tumpang-tindih regulasi ini.
“Mudah-mudahan melalui Reforma Agraria Summit 2024 ini juga dapat mencegah terjadinya pelanggaran hukum dan juga jangan sampai ada yang menjadi korban hanya karena regulasi dan tumpang tindih dan payung hukum yang tidak kuat,” terangnya.
AHY mengajak pemerintah pusat dan daerah untuk terus meningkatkan koordinasi dan komunikasi. Salah satunya, kata dia, dengan mempercepat implementasi one map policy sebagai acuan seluruh pemangku kepentingan dalam menyelesaikan persoalan reforma agraria dan tata ruang.
Pilihan Editor: Reforma Agraria Summit 2024, BPN Klaim Prioritaskan Masyarakat Adat