Sementara itu, dalam Reforma Agraria Summit 2024 ini, Kementerian ATR/BPN dan tim perumus yang terdiri dari unsur pemerintah, akademisi, dan organisasi masyarakat sipil turut merumuskan atas evaluasi dan program reforma agraria dalam lima tahun mendatang. Dalam catatan perumusan yang diterima Tempo, tim ini menilai secara keseluruhan pelaksanaan reforma agraria di Indonesia memerlukan pendekatan yang komprehensif, koordinasi yang kuat, dukungan regulasi, dan anggaran yang memadai.
Tim ini menilai pelaksanaan reforma agraria bukan sekadar persoalan teknis dan administrasi, tapi juga menyentuh aspek filosofi yang mendasar, sesuai dengan konstitusi dan nilai bernegara. “ Salah satu prinsip utama yang terkandung dalam Pancasila, khususnya sila kelima, adalah keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,” tulis tim ini, Jumat, 14 Juni 2024.
Reforma Agraria, kata tim ini, merupakan manifestasi nyata dari upaya mewujudkan keadilan sosial. Caranya dengan redistribusi lahan untuk mengurangi kesenjangan sosial dan ekonomi. Mereka berharap dengan pelaksanaan reforma agraria dapat menjadi motor penggerak dalam menciptakan kekuatan ekonomi kerakyatan yang berkelanjutan.
“Keberhasilan Reforma Agraria akan menjadi salah satu wujud nyata dari cita-cita luhur pendirian negara Indonesia, yakni membangun negeri yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur,” kata mereka.
Berjalan hampir 10 atau satu dekade dalam program Pemerintahan Presiden Joko Widodo atau Jokowi, Reforma Agraria telah menyelesaikan konflik agraria, redistribusi tanah dan legalisasi aset, serta berbagai kegiatan penyiapan pemberdayaan ekonomi masyarakat. Pemerintah memiliki target program Reforma Agraria seluas 9 juta hektar sebagaimana tertuang dalam RPJMN 2015-2019 yang kemudian diteruskan pada RPJMN 2020-2024. Jumlah target tersebut terbagi di antaranya legalisasi aset seluas 4,5 juta hektar serta redistribusi tanah seluas 4,5 juta hektar.
Selain itu, capaian Reforma Agraria dalam satu dekade ini berupa legalisasi aset telah mencapai 10,7 juta hektar dengan rincian legalisasi tanah transmigrasi seluas 149.545 hektar dan legalisasi pendaftaran tanah seluas 10,5 juta hektar, angka ini melampaui target yang telah ditetapkan pada RPJMN. Sedangkan realisasi redistribusi tanah mencapai 1,8 juta hektar dengan rincian redistribusi tanah eks-hak guna usaha atau HGU, tanah terlantar, dan tanah negara lainnya seluas 1.434.102,06 hektar dan redistribusi tanah dari pelepasan kawasan hutan seluas 383.228,31 hektar.
“Pelaksanaan Reforma Agraria memiliki tantangan yang masih terus diselaraskan baik berupa disharmonisasi data, kelembagaan, regulasi, serta tumpang tindih tata kelola antar sektor yang berdampak pada kesejahteraan masyarakat,” kata tim ini.
Secara keseluruhan, pelaksanaan Reforma Agraria di Indonesia memerlukan pendekatan yang komprehensif, koordinasi yang kuat, dan dukungan regulasi serta anggaran yang memadai. Dengan mengatasi permasalahan-permasalahan yang telah diuraikan, Reforma Agraria diharapkan dapat berjalan dengan adil, inklusif, dan berkelanjutan, serta mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat, khususnya petani dan kelompok rentan.
Pelaksanaan Reforma Agraria bukan hanya persoalan teknis dan administratif, tetapi juga menyentuh aspek filosofis yang mendasar, sesuai dengan semangat pendirian negara Republik Indonesia. Salah satu prinsip utama yang terkandung dalam Pancasila, khususnya sila kelima, adalah keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Reforma Agraria merupakan manifestasi dari upaya mewujudkan keadilan sosial, dengan redistribusi lahan sebagai salah satu cara untuk mengurangi kesenjangan sosial dan ekonomi. Dengan mengedepankan semangat gotong royong, sebagaimana diamanatkan dalam Pancasila dan nilai-nilai budaya bangsa, pelaksanaan Reforma Agraria dapat menjadi motor penggerak dalam menciptakan kekuatan ekonomi kerakyatan yang berkelanjutan serta tatanan masyarakat yang lebih adil dan sejahtera.
“Keberhasilan Reforma Agraria akan menjadi salah satu wujud nyata dari cita-cita luhur pendirian negara Indonesia, yakni membangun negeri yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur,” tulis tim ini.
Oleh karena itu, tim perumus ini akhirnya merekomendasikan agar GTRA mendatang menyusun indikator capaian kinerja (KPI) Reforma Agraria yang linier dengan Sustainable Development Goals sehingga memuat indikator yang komprehensif dan kualitatif. Selain itu, juga kuantitatif, utamanya terkait sosial, ekonomi, dan lingkungan hidup serta tata kelola administrasi pertanahan yang terintegrasi.
Tak hanya itu, tim ini juga meminta GTRA membentuk sodality untuk memperkuat kelembagaan Reforma Agraria yang koheren dengan regulasi yang perlu diimplementasikan. Langkah ini termasuk menyusun baseline Reforma Agraria 2025-2029 berupa framework baseline.
”Membangun paradigma Reforma Agraria sebagai solusi untuk mengatasi isu pengkotaan (peralihan wilayah pedesaan menjadi perkotaan) di Indonesia,” kata tim ini.