TEMPO.CO, Jakarta - Keputusan Presiden Jokowi untuk mewajibkan seluruh pekerja, baik PNS atau pegawai swasta, dalam program Tabungan Perumahan Rakyat atau Tapera, dinilai bertujuan baik namun tidak bisa diterapkan merata karena tidak semua perusahaan kuat menanggungnya.
“Perumahan bagi para pekerja penting, tapi kan juga penting bagaimana jangan sampai jadi beban. Juga harus dilihat nggak semua perusahaan itu sehat,” kata Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Arsjad Rasjid di sela konferensi pers Gotong Royong Sukseskan Program Pemerintahan 2024-2029 di Jakarta, Rabu.
Kewajiban ikut Tapera ini berlaku mulai 2027. Karyawan swasta akan diwajibkan membayar 2,5 persen dari gajinya, sedangkan perusahaan menanggung 0,5 persen, sehingga seorang pekerja mempunyai tabungan 3 persen dari upahnya setiap bulan.
Bagi buruh di Jakarta dengan UMR Rp5 juta lebih, misalnya, akan terkena potongan Tapera 2,5 persen atau sekitar Rp125 ribu setiap bulan, sementara perusahaannya akan menanggung Rp25 ribu untuk setiap pegawai.
Menurut Arsjad kebijakan Tapera sangat baik karena akan membantu pekerja dalam memiliki rumah, namun hal itu tidak bisa diterapkan merata kepada semua perusahaan.
“Ada perusahaan-perusahaan yang tidak sehat, jadi ini harus kita lihat kembali gitu. Makanya kenapa Kadin selalu menitikberatkan bagaimana balance antara pengusaha dan pekerja,” ucap Arsjad seperti dikutip Antara.
Ia juga menyampaikan bahwa hal yang berhubungan dengan pengusaha dan pekerja harus menciptakan keseimbangan dan kesinambungan di antara keduanya.
“Di sini penting sekali, di sini perlu adanya kesinambungan, balancing antara yang namanya pengusaha dan juga pekerja. Nah ini maksud dan tujuannya baik, tinggal bagaimana supaya jangan memberatkan pengusaha tetapi juga membantu pekerja,” ujar Arsjad.
Regulasi mengenai Tapera diteken oleh Presiden Jokowi pada Senin, 20 Mei 2024, yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) 21/2024 sebagai perubahan dari PP 25/2020. Klasifikasi kelompok yang wajib mengikuti program ini yakni ASN, TNI, Polri, pekerja BUMN/BUMD, serta pekerja swasta.
Peserta yang termasuk dalam kategori Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) dapat memperoleh manfaat berupa Kredit Pemilikan Rumah (KPR), Kredit Bangun Rumah (KBR), dan Kredit Renovasi Rumah (KRR) dengan tenor panjang hingga 30 tahun dan suku bunga tetap di bawah suku bunga pasar.
Dana yang dihimpun dari peserta akan dikelola oleh Badan Pengelola Tapera sebagai simpanan yang akan dikembalikan kepada peserta. Komisioner BP Tapera, Heru Pudyo Nugroho, sebelumnya mengatakan, konsep kepesertaan Tapera mirip program jaminan kesehatan nasional yang sekarang dikelola BPJS Kesehatan.
Tanggapan Apindo
Penolakan juga datang dari kalangan pengusaha. Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Kamdani mengatakan, kebijakan ini memberatkan pekerja dan pelaku usaha. Pemberi kerja sendiri sudah mengeluarkan 18,24-19,74 persen iuran dari penghasilan pekerja, di antaranya untuk jaminan hari tua 3,7 persen yang salah satu manfaatnya adalah bantuan pembiayaan perumahan.
Pemberi kerja juga menanggung jaminan Sosial Kesehatan sebesar 4 persen dan Cadangan Pesangon sesuai dengan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 8 persen.
"Beban ini makin berat dengan adanya depresiasi rupiah dan melemahnya permintaan pasar," katanya seperti dikutip Koran Tempo edisi 30 Mei 2024.
Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menyebutkan peraturan soal Tapera akan mempengaruhi daya beli masyarakat dan tren tabungan di bawah Rp100 juta. "Jelas pasti berpengaruh. Jadi disposable income-nya (pendapatan yang siap dibelanjakan) akan turun. Seandainya bisa diakses uang itu nanti, pun masih nanti. Yang jelas, konsumsi mereka sekarang akan terpengaruh," kata Ketua Dewan Komisioner LPS, Purbaya Yudhi Sadewa.
Angin segar untuk pengembang perumahan
Ketua Umum Asosiasi Pengembang Perumahan dan Pemukiman Seluruh Indonesia (Apersi), Junaidi Abdillah, mengatakan skema gotong royong ini penting jika melihat kuota rumah subsidi 2024.
Pemerintah tahun ini hanya menyediakan anggaran fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP) senilai Rp13,7 triliun, untuk membangun 166 ribu rumah. Angkanya turun dari realisasi penyaluran pembiayaan bagi masyarakat berpenghasilan rendah 2023 yang sebesar Rp26,3 triliun untuk 229 ribu unit.
Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla menyatakan Tapera membantu masyarakat kurang mampu untuk memiliki rumah dengan harga terjangkau.
"Pemerintah menghidupkan kembali Tapera, agar masyarakat memiliki rumah," kata Jusuf Kalla usai menjadi pembicara pada Ijtima Ulama Komisi Fatwa Indonesia VIII di Pondok Pesantren Bahrul Ulum Sungailiat Bangka, Bangka Belitung, Rabu.
Ia menyatakan Tapera itu bukan hal yang baru, karena ini sudah ada sejak lama dan kebijakan ini dihidupkan kembali pemerintah, agar pegawai-pegawai baru yang masih mengontrak untuk dapat memiliki rumah sendiri.
"Pegawai baru dan masih mengontrak rumah ini harus menabung untuk dapat memiliki rumah sendiri," ujarnya.
Ia mendukung kebijakan Tapera ini dihidupkan kembali pemerintah, agar setiap masyarakat mempunyai rumah.
"Selama ini dikelola dengan baik, bersih dan transparan tentu kami mendukung kebijakan Tapera ini," katanya.
Menurut dia, iuran Tapera ini semacam tabungan dan asuransi, sehingga bagi masyarakat yang sudah memiliki rumah bisa mengambil iuran Tapera tersebut.
"Ini kesempatan siapapun. Walaupun sudah mempunyai rumah maka bisa diambil cashnya kembali dari iuran Tapera tersebut," katanya.
ANTARA | KORAN TEMPO
Baca Juga
Kejaksaan Agung Ungkap Kerugian Korupsi Timah Rp300 T hingga Penguntitan Jampidsus