TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Isy Karim menanggapi harga bawang putih yang mahal karena kualitas impor dari Cina yang jelek.
"Kenaikan harga bawang putih salah satunya disebabkan penurunan pasokan komoditas bawang putih baik khususnya di negara-negara produsen dan eksportir utama bawang putih sehingga berdampak adanya persaingan pasar," kata Isy Karim dihubungi Tempo melalui pesan singkat pada Rabu, 22 Mei 2024.
Isy mengatakan ada kenaikan biaya pengangkutan khususnya pengiriman di wilayah Tiongkok atau Cina mempengaruhi biaya operasional kegiatan ekspor dan impor komoditas secara umum yang berimbas terhadap harga bawang putih.
"Saat ini pasokan bawang putih impor masih dipasok dari Tiongkok. Melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat berdampak terhadap kenaikan harga dari negara asal karena transaksi menggunakan mata uang USD," tuturnya.
Isy Karim mengatakan pemerintah terus mendorong mengawal percepatan realisasi impor dan mendorong peningkatan produksi bawang putih dalam negeri. Dia berharap hal itu menambah pasokan bawang putih di pasaran dan meredam kenaikan harganya di dalam negeri.
"Pemerintah melalui Badan Pangan Nasional (Bapanas) sedang menyusun kebijakan penetapan harga acuan untuk komoditas bawang putih. Sehingga, penetapan itu dapat dijadikan acuan bagi pemerintah dalam intervensi stabilisasi harga," paparnya.
Anggota Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Eugenia Mardanugraha alias Jeni mengatakan penyebab harga bawang putih mahal. Ia menyebut kualitas bawang putih impor dari Cina jelek karena hujan.
"Kami menghimpun informasi mengenai apa yang menyebabkan harga bawang putih meningkat. Menurut keterangan dari importir bawang putih, sekarang barangnya bukan yang bagus sehingga memakan biaya cukup tinggi untuk menyimpannya," kata Jeni di Gedung KPPU, Jakarta Pusat pada Selasa, 21 Mei 2024 kemarin.
Sesampainya di Indonesia, bawang basah bisa mengalami penyusutan yang besar, maka perlu treatment khusus agar barang itu bisa disimpan lama. Sejauh ini, menurut Jeni, impor bawang putih baru dari Cina, 95 persen impor dan 5 persen perkebunan lokal.
Anggota Perkumpulan Pengusaha Bawang Putih dan Umbi Indonesia (Pusbarindo) Bang Bang Santoso mengatakan kualitas bawang jelek karena cuaca buruk.
Dia juga mengatakan, selain kualitas bawang putih, realisasi impor yang disebabkan penerbitan Surat Penerbitan Impor (SPI) masih kurang karena importir masih memiliki stok barang. Bawang putih kualitas jelek itu disimpan bisa untuk waktu 6 bulan.
"Nanti pertengahan Juni mereka bisa mengimpor kualitas yang bagus dan kami optimistis harganya akan turun," ujar Bang Bang di Gedung KPPU, Jakarta Pusat pada Selasa. "Cuaca (pemicu jeleknya bawang putih). Tahun 2023 memang cuaca nggak bagus pada saat mereka jemur karena hujan jadi otomatis kualitasnya kurang bagus."
Izin impor yang diberikan pemerintah, dia memperkirakan, sekitar 50 ribu ton per bulan atau dalam setahun sekitar 500 sampai 600 ribu ton.
Stok bawang putih saat ini, dari hasil panen Cina pada 2023. Bang Bang berencana bakal impor lagi pada pertengahan Juni nanti. "Kalau kami impor harus dihitung, kualitas bagus kami impor banyak. Kalau jelek impor terlalu banyak nanti sampai sini dibuang," ujarnya.
Selain, cuaca, kurs dolar Amerika Serikat (dolar AS) yang menguat juga menyebabkan harga bawang putih naik. Lantaran pembeliannya menggunakan dolar AS.
"Dolar kan pengaruh ya ke bawang putih. Kami impor acuannya dolar AS," ujarnya.
Saat ditanya bagaimana kondisi perkebunan di Cina apakah sudah menggunakan pertanian modern. Bang Bang menegaskan pihaknya tidak sampai melakukan pengecekan ke perkebunan.
Dikutip dari data Badan Pangan Nasional (Bapanas) pada Rabu, 22 Mei 2024 harga bawang putih rata-rata nasional mencapai Rp 42.830 per kilogram. Jika dilihat data selama seminggu, harga itu stabil di kisaran Rp 40 ribu per kilogram.
Pilihan Editor: Jokowi Akan 'Cawe-cawe' Beresi Bea Cukai, Ini Deretan Masalah yang Disorot Masyarakat