Kelima, karena kebijakan kenaikan pajak ini dinilai akan berdampak kepada masyarakat luas dan sangat berkaitan dengan hak asasi manusia (HAM).
“Penting disampaikan kepada publik, ini adalah bagian dari kepetingan publik, kepentingan masyarakat luas. Bukan cuma industri jasa hiburan tapi lebih luas dari situ,” kata dia.
Menurut Joni, industri hiburan ini merupakan bagian social safety net karena industri ini mampu menyerap pekerja tanpa memandang kualifikasi dan standar tertentu.
“Dan kita tidak boleh lupa, terakhir, poin saya, hiburan adalah hak asasi manusia. Kalo baca Deklarasi Umum HAM dan UU Pariwisata No. 10 Tahun 2009 disebutkan di sana bahwa salah satu kebutuhan manusia adalah hak untuk waktu luang hingga diberi kesempatan untuk berlibur, dan ini bagian yang legal, absah, dan tentu harus menjadi dukungan pemerintah juga.”
Adapun GIPI telah menguji lima pasal yang tertuang dalam UUD 1945, yakni pasal 28D ayat 1, pasal 28I ayat 2, pasal 28G ayat 1, pasal 28H ayat 1, dan pasal 27 ayat 2. Menurut dia, kelima pasal tersebut bertentangan dengan Pasal 58 Ayat 2 dalam UU No. 1 Tahun 2022 itu.
Dia berharap hasil pengujian materi ini dapat mencabut pasal dimaksud, sehingga penetapan PBJT yang termasuk dalam jasa kesenian dan hiburan adalah sama, yaitu antara 0 hingga 10 persen.
Pilihan Editor: Unilever Ungkap Dampak Aksi Boikot Israel: Sentimen Negatif Paling Terasa di Padang dan Aceh