TEMPO.CO, Jakarta - Dewan Pengurus Pusat Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) secara resmi telah mengajukan uji materi atau judicial review (JR) ke Mahkamah Konstitusi (MK) pada Rabu, 7 Februari 2024.
Uji materi didaftarkan terhadap Undang-undang No. 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, yang merujuk pada pasal 58 ayat 2 berkaitan dengan tarif Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) atas lima jasa hiburan, yakni diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa.
Melalui kuasa hukumnya, Muhammad Joni, diungkap sejumlah alasan mengapa GIPI menolak dan meminta membatalkan kenaikan pajak hiburan tersebut. Diketahui, pasal tersebut menyebutkan bahwa tarif pajak hiburan atas lima jasa itu ditetapkan pajak paling rendah 40 persen dan paling tinggi 75 persen.
“Pertama, ada perlakuan berbeda yang bersifat diskriminatif. Karena ada (pajak) yang diturunkan, tapi mengapa lima jenis ini dinaikkan?” ujar Joni dalam konferensi pers di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu, 7 Februari 2024.
Kedua, kenaikan pajak itu pun tidak ditemukan rujukannya dalam naskah akademis. “Tidak ada logika dan rasio legisnya atau rasio hukumnya, mengapa kelima ini dikualifikasi sebagai yang bersifat mewah dan yang bersifat perlu dikendalikan,” tuturnya.
Selanjutnya: Joni kemudian mencontohkan saat ini ada layanan....