TEMPO.CO, Jakarta - Calon presiden (Capres) nomor urut tiga, Ganjar Pranowo, menjelaskan strategi untuk meningkatkan rasio pajak—perbandingan penerimaan pajak terhadap produk domestik bruto (PDB).
Penjelasan itu menjawab pertanyaan dari Wakil Ketua Umum Bidang Investasi Kadin Indonesia Tony Wenas dalam acara Dialog Capres Bersama Kadin Indonesia di Djakarta Theater, Jakarta Pusat pada Kamis, 11 Januari 2023.
Tony mengatakan rasio pajak dari tahun ke tahun mengalami peningkatan tetapi dibandingkan negara lain relatif masih sangat kecil. Selain itu, kata dia, saat ini jumlah wajib pajak baru belum mengalami peningkatan di sisi lain wajib pajak yang eksisting masih belum optimal pembayarannya.
“Hal ini tentu sangat mempengaruhi kondisi persaingan usaha, di mana pelaku usaha yang taat bayar pajak harus bersaing dengan pelaku usaha yang tidak taat bayar pajak. Sehingga cost yang taat akan lebih tinggi dibandingkan dengan yang tidak taat,” ujar Tony, Kamis.
Adapun pertanyaan yang disampaikan Tony adalah soal strategi Ganjar untuk meningkatkan rasio pajak baik dengan ekstensifisikasi melalui penambahan jumlah wajib pajak baru maupun intensifikasi melalui optimalisasi pajak bagi wajib pajak yang belum taat pajak. Hal ini dilakukan agar dapat menciptakan persaingan usaha yang sehat.
“Maka betul, sebenarnya sudah terjawab sendiri, ekstensifikasi dan intensifikasi. Intensifikasi itu optimalisasi bukan memeras. Ini beda, lho,” ujar Ganjar menjawab pertanyaan itu.
Kemudian Ganjar Pranowo menceritakan bahwa dirinya kerap mendapatkan keluhan dari pelaku usaha mengenai hal itu dengan bahasa yang kurang enak. Bahkan, kata Ganjar, saat mengeluhkan pelaku usaha itu datang dengan wajah yang dispoan-sopankan, tapi sambil menahan kemarahan.
“Pak Ganjar tolong dong Pak, kami itu sudah bayar, Pak. Kalau Bapak mau cari kesalahan, kami pasti ada lah, Pak. Tapi silakan, Pak. Ini lho, Pak, grafik pembayaran pajak saya. Kurang apa kami pada republik ini?'” kata Ganjar menirukan pelaku usaha yang mengeluhkan soal pajak.
Ganjar menjelaskan, untuk mengatasi hal tersebut, dia mengaku sudah berkomunikasi dengan teman-temannya dari konsultan pajak, lalu Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, dan para pelaku usaha. Ganjar juga sudah memiliki data mengenai wajib pajak yang sudah memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP), hingga data yang sudah bayar pajak penuh.
“Detailnya nggak saya bawa, jadi saya nggak akan baca di sini, saya takut salah karena data. Tapi nanti bisa kamio bicarakan,” tutur Ganjar yang juga mantan Gubernur Jawa Tengah itu.
Dengan data tersebut, Ganjar mengaku sudah memiliki formulanya, mana saja yang bisa dioptimalkan, termasuk nama-nama para wajib pajak. Kemudian dalam hal ekstensifikasi pajak caranya dengan mengajak para wajib pajak berdialog bukan diancam. Karena pada dasarnya para wajib pajak itu memiliki semangat berusaha. “Saya itu sebagai orang yang pernah di pemerintah, melihat seperti ini,” kata Ganjar.
Menurut Ganjar, dengan cara itu maka rasio pajak bisa dinaikkan. Namun, jika hal itu sudah berjalan baik ekstensifikasi maupun intensifikasi menggunakan data agar ada perlakukan khusus, solusinya satu yaitu penegakan hukum.
“Lagi-lagi kalau sudah begitu kemudian kemarin ada cerita permainan di pajak cerita Moge (motor gede). Saru, lah. Cerita nggak enak, kan distrust itu masyarakat,” tutur Ganjar. “Ini musti dibereskan nanti. Kelembagaannya kami atur, Pak.”
Pilihan Editor: Apa itu Rasio Pajak yang Akan Dinaikkan Gibran Jadi 23 Persen?