TEMPO.CO, Batam - Kepala BP Batam Muhammad Rudi menangapi terkait hasil ivestigasi Ombudsman RI yang menyebutkan adanya maladministrasi dalam Proyek Strategi Nasional (PSN) Rempang Eco-city. Rudi mengatakan, BP Batam telah mengikuti semua aturan yang ada termasuk soal administrasi.
"Kalau saya mengikuti tim. Saya kira penegakan hukum yang lebih tahu," kata Rudi usai melepas ekspor perdana kepiting bakau di Bandara Hang Nadim Batam, Rabu 31 Januari 2024.
Rudi menegaskan, dirinya tidak mau banyak komentar banyak namun ia mengklaim PSN Rempang Eco-City akan dimulai setelah proses peralihan lahan selesai.
"Karena peralihan lambat, karena administrasinya belum clear. Jadi, itulah kira-kira. Saya tidak akan ngomong sana, ngomong sana, tapi saya akan lakukan setelah administrasinya clear, baik dari hutan, turun ke status HPL (Hak Pengelolaan Lahan)," katanya.
Rudi mengklaim akan menyelesaikan semua permasalahan yang ada, agar pembangunan Rempang Eco-city tetap berjalan.
"Termasuk ganti rugi segala macam. Ini akan kami selesaikan, sampai semuanya tidak ada mal (maladministrasi) lagi. Yang ada mal baru timbul nanti (di Rempang)," kata Rudi.
Ombudsman RI sebelumnya mengklaim menemukan sejumlah maladministrasi yang terjadi dalam pelaksanaan PSN Rempang Eco-City. Temuan itu ada dalam laporan hasil pemeriksaan (LHP) investigasi yang dikerjakan sejak September 2023 hingga awal Januari 2024.
Anggota Ombudsman RI, Johanes Widijantoro, di Jakarta pada Senin, 29 Januari 2024, mengatakan setidaknya ada empat maladministrasi yang terjadi dalam pengembangan Rempang Eco-City. Maladministrasi itu berkaitan dengan kelalaian, penundaan berlarut, dan langkah-langkah yang tidak prosedural dalam konteks pengembangan Rempang Eco-City.
Maladministrasi pertama adalah keberadaan Kampung Tua di Pulau Rempang yang belum ditemukan dokumen pengakuan keberadaannya. Padahal, Kampung Tua di Rempang masih menampakkan eksistensinya.
Kedua, status wilayah, tanah, dan pengelolaan lahan. Maladministrasi terjadi saat belum ditertibkannya sertifikat hak pengelolaan atas nama BP Batam. Sedangkan SK Pemberian Hak Pengelolaannya saat ini masih dalam proses perpanjangan. Menurut Ombudsman, BP Batam berkewajiban menyelesaikan permasalahan tersebut.
Maladministrasi lain, penetapan Rempang Eco-City sebagai bagian Proyek Strategis Nasional (PSN) terjadi dalam waktu relatif singkat, yaitu dari Mei hingga Juli 2023. Waktu yang singkat tersebut menunjukkan bahwa percepatan pengembangan kawasan Rempang Eco-City tidak didukung dengan persiapan yang matang, baik dari regulasi, kebijakan, ketersediaan lahan yang clear and clean maupun kesiapan masyarakat di objek tersebut sehingga muncul penolakan dan konflik.
Temuan terakhir yang diungkap Ombudsman adalah soal tindakan represif aparat. Penanganan terhadap penolakan dan keberatan masyarakat atas pembangunan Rempang Eco-City menimbulkan rasa takut dan tidak aman bagi masyarakat. Selain itu, tindakan tersebut mengakibatkan berkurangnya kepercayaan masyarakat kepada Kepolisian atau pemerintah secara keseluruhan.
YOGI EKA SAHPUTRA
Pilihan Editor: Bos BI Perkirakan Suku Bunga AS Turun hingga 75 Basis Poin pada 2024