TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat Pasar Uang, Ariston Tjendra, mengatakan pergerakan nilai tukar atau kurs rupiah pekan depan berpotensi untuk menguat, namun bisa juga melemah. Ketidakstabilan ini berlaku pula pada pergerakan dolar Amerika Serikat (dolar AS).
“Bayangan saya, pergerakan rupiah vs dolar AS bisa bergantian melemah atau menguat,” ujar Ariston ketika dihubungi oleh Tempo, Sabtu, 25 November 2023. Pergerakan ini, kata dia, tergantung hasil data ekonomi Amerika Serikat yang akan dirilis kemudian.
Adapun saat ini, Ariston menilai ekspektasi pasar soal kebijakan suku bunga acuan Amerika Serikat masih menjadi sentimen penggerak dolar AS terhadap nilai tukar rupiah.
Dalam notulen rapat terakhir Bank Sentral AS yang dirilis Rabu dini hari kemarin, the Fed terlihat belum membuka peluang pemangkasan suku bunga. The Fed justru masih membuka peluang menaikkan suku bunga karena tingkat inflasi AS belum turun ke level target 2 persen. “Ini mendukung penguatan dolar AS,” tuturnya.
Namun, di sisi lain, seiring dengan tingkat inflasi AS yang semakin turun dan beberapa data ekonomi AS yang berada di bawah perkiraan pasar, hal ini membuat ekspektasi datangnya kebijakan pemangkasan mulai berkembang di pasar. “Ini memberikan tekanan ke dolar AS,” kata dia.
Pada akhir tahun, Ariston memprediksi the Fed kemungkinan besar masih mempertahankan suku bunganya di angka yang sama. Dengan catatan, data ekonomi AS ke depan tidak mengalami perubahan besar.
Memasuki pekan depan, terdapat beberapa data ekonomi Amerika Serikat yang bisa menjadi penggerak nilai tukar rupiah dan dolar AS. Data tersebut, diantaranya, data Produk Domestik Bruto (PDB) kuartal III 2023, data klaim tunjangan pengangguran, data indikator inflasi Personal Consumption Expenditures (PCE) Price Index, hingga data perumahan.
“Ekspektasi kebijakan suku bunga acuan AS bisa berubah-ubah tergantung data baru yang masuk. Bila data membaik, biasanya ekspektasi suku bunga tinggi meninggi dan sebaliknya,” kata Ariston.
Sementara itu, data lain seperti Purchasing Managers Index (PMI) manufaktur Cina dan data inflasi Indonesia dapat pula menjadi penggerak untuk rupiah.
“Perekonomian Cina bisa memberikan sentimen positif atau negatif untuk rupiah karena pengaruh ekonomi Cina yang cukup besar untuk Indonesia,” ucap pengamat itu. “Inflasi Indonesia kemungkinan masih menunjukkan kondisi yang terkendali dan sesuai target sehingga bisa memberikan sentimen positif untuk rupiah.”
Dengan demikian, Ariston memprediksi rupiah berada di kisaran level Rp 15.450 hingga Rp 15.700 per dolar AS pada pekan depan. Pada perdagangan Jumat sore, 24 November 2024, rupiah ditutup melemah di level Rp 15.565 per dolar AS.
Pilihan Editor: BI Tahan Suku Bunga, Analis: Pergerakan Rupiah Pekan Depan Berpotensi Menguat