Menurut dia, perairan Ambalat, yang terdiri atas tiga blok--East Ambalat (dikelola Chevron), Ambalat (ENI Lasmo), dan Bougainvillea--secara bisnis dan ekonomi sangat menjanjikan.
"Pemerintah harus segera mengembangkannya," kata mantan Ketua Ikatan Ahli Geologi Indonesia itu. Kegiatan eksplorasi bisa dilakukan oleh perusahaan-perusahaan yang sudah menandatangani kontrak kerja sama.
Kepala Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi, R. Priyono, menyatakan pihaknya merekomendasikan perpanjangan kontrak Blok East Ambalat kepada Chevron. "Wewenang perpanjangan kontrak ada di tangan pemerintah, tapi kami tetap akan merekomendasikan untuk diperpanjang karena wilayahnya sangat strategis," ujarnya.
Kontrak kerja sama dengan Chevron akan berakhir pada 2010 dan kemungkinan besar diperpanjang hingga 2014. Ketika disinggung berapa besar cadangan minyak dan gas bumi di wilayah itu, Priyono mengatakan belum bisa ditentukan. "Prosesnya masih survei seismik," katanya.
Adapun Blok Ambalat, yang kini dikelola oleh perusahaan minyak asal Italia, ENI Lasmo, menurut Priyono juga masih dalam tahap survei seismik. Dia memastikan semua proses eksplorasi masih berjalan, meskipun perairan Ambalat sedang bergolak. "Kegiatan kedua perusahaan itu dikawal oleh Tentara Nasional Indonesia," ujarnya.
Malaysia mengklaim wilayah perairan Ambalat, yang mencakup 25.700 kilometer persegi atau hampir seluas seluruh Provinsi Sulawesi Selatan. Kedua wilayah kerja minyak dan gas bumi itu diberi nama Blok ND-6 dan ND-7.
Sebelumnya, kedua blok itu dinamakan Blok Y dan Z. Malaysia pada 2002 menyerahkan kedua blok itu kepada Shell (Belanda), yang bekerja sama dengan Petronas Carigali Sdn Bhd (Malaysia).
ALI NUR YASIN | SORTA TOBING