TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menjelaskan alasan menaikkan suku bunga acuan BI-7 Day Reverse Repo Rate alias BI7DRR sebesar 25 basis poin menjadi 6 persen. Selain itu, juga memutuskan suku bunga deposit facility juga naik menjadi 5,25 persen dan suku bunga lending facility tetap sebesar 6,75 persen.
Perry mengatakan dinamika global itu sangat cepat dan tidak dapat diprediksi. Bulan lalu, kata dia, jajaran Gubernur BI memang menyampaikan apa saja yang terlihat dengan informasi terbaru pada waktu itu. “Tapi dua minggu kemudian terjadi perubahan yang sangat cepat,” ujar dia dalam siaran langsung di akun YouTube Bank Indonesia pada Kamis, 19 Oktober 2023.
Perubahan itu, dia menjelaskan, juga dikonfirmasi dengan pembahasan dalam sidang G20 dan IMF baru-baru ini di Maroko, di mana Gubernur Bank Indonesia Perry dan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati hadir. Perry mengatakan, ada lima dinamika perubahan global yang cepat.
Pertama, pertumbuhan ekonomi global itu akan melambat dengan divergensi pertumbuhan antar negara yang melebar. Dia mengatakan bahwa pertumbuhan ekonomi global tahun ini 2,9 persen, sementara tahun depan 2,8 persen. Di satu sisi, pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat diperkirakan tetap kuat, tapi cenderung melambat tahun depan.
“Di sisi lain, perekonomian Cina diperkirakan akan melanjutkan tren perlambatan,” ucap Perry.
Kemudian, kata Perry, kedua meningkatnya ketegangan geopolitik, yang menyebabkan melambungnya harga minyak dan pangan. Sehingga memicu perlambatan penurunan laju inflasi global. Ketiga, suku bunga di negara maju, termasuk Fed Funds Rate akan bertahan pada level yang tinggi untuk jangka waktu yang lebih lama.
Perry memperkirakan The Fed akan kembali menaikkan suku bunga acuan pada Desember 2023, dengan probabilitas 40 persen. Namun, naik atau tidak naiknya suku bunga acuan, masih akan tetap tinggi khususnya di paruh pertama tahun depan, kemudian baru akan turun di paruh kedua.
“Keempat, BI menilai bahwa kenaikan suku bunga global tidak hanya di jangka pendek,” tutur Perry.
Menurut dia, kenaikan suku bunga global tersebut diperkirakan akan diikuti pada tenor jangka panjang dengan kenaikan yield obligasi pemerintah negara maju, khususnya US Treasury. Hal itu akibat dari peningkatan kebutuhan pembiayaan utang pemerintah dan kenaikan premi risiko jangka panjang.
“Kelima, berbagai kondisi tersebut juga akan kembali menekan pasar keuangan yang memicu aliran modal keluar dari negara berkembang, termasuk Indonesia,” kata Perry.
Dia juga menjelaskan bahwa kenaikan suku bunga acuan yang diputuskan BI itu berdasarkan Rapat Dewan Gubernur BI yang digelar pada 18-19 Oktober 2023. “Kenaikan ini, untuk memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah dari dampak meningkat tingginya ketidakpastian global,” ucap dia.
Pilihan Editor: Terpopuler: Nama Erick Thohir Mencuat sebagai Cawapres Prabowo, Imbas Argo Semeru Anjlok 3.851 Tiket Kereta Dibatalkan