"Kalau masih tetap memaksa UMKM memiliki aset atau agunan untuk mendapatkan kredit perbankan, sampai kuda bisa menari pun enggak mungkin bisa dilakukan," ujar Teten.
Teten berkaca pada sejumlah negara lain yang mencari solusi mencari ikhtiar dan dengan teknologi digital bukan hal yang tidak mungkin. Dia mengatakan ada 145 negara yang sudah menerapkan credit scoring dan bukan lagi dengan pengenaan agunan untuk memberikan pinjaman kepada pelaku usaha.
Menurut Teten, konsep agunan juga berkembang bukan hanya dalam bentuk aset. Sebab, aset yang bertumpuk di bank pun menjadi tak berguna apabila kreditnya macet. "Kalau masih aset terus ya ini bank atau pegadaian?" kata dia.
Sebelumnya, Menteri Investasi Bahlil Lahadalia juga menyinggung soal pemberian kredit kepada pelaku UMKM oleh perbankan di Tanah Air, khususnya yang berasal dari Himpunan Bank Negara atau Himbara. Bahlil menegaskan pemerintah sudah sepakat pinjaman kepada UMKM melalui kredit usaha rakyat (KUR) tidak boleh menggunakan jaminan atau agunan.
Bahlil pun menilai ada ketidakadilan perbankan terhadap pelaku UMKM dalam menyalurkan kredit. Ia menyebut total pinjaman yang dikucurkan perbankan pada tahun ini mencapai Rp 6.300-6500 triliun. Namun, menurut Bahlil, dana yang mengalir ke UMKM tak lebih dari Rp 1.235 triliun atau sekitar 18-19 persen. Selebihnya, kredit tersebut diberikan kepada pengusaha besar.
Pilihan Editor: Bisnisnya Dihubungkan dengan Pencucian Uang, Kaesang: Kalau Fitnah, Bisa Saya Balik Laporin