Bhima menyarankan agar pemerintah mengatur soal diskon dan promosi yang mengarah pada predatory pricing. Menurut dia, persoalan ini juga harus dirinci dalam revisi Permendag Nomor 50 agar UMKM lokal tidak kalah saing dengan produk impor di marketplace.
Terakhir, menurutnya, perlu ada pemberlakuan hambatan non-tarif. Misalnya soal standar nasional Indonesia (SNI), sertifikat halal, dan berbagai hambatan lain. Tujuannya, untuk membatasi produk impor di e-commerce.
Seperti diberitakan sebelumnya, Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki menilai gempuran layanan social commerce seperti TikTok Shop membuat produk UMKM lokal kurang diminati. Menurutnya, kini barang impor terlalu murah dan mudah masuk ke Indonesia melalui social commerce.
Karena itu, ia menilai social commerce berbahaya hingga menyebabkan sepinya perdagangan di Pasar Tanah Abang. Sehingga, menurut Teten, larangan penjualan barang impor di marketplace dan social commerce perlu segera diatur untuk melindungi para produsen dan pedagang dalam negeri.
Sementara itu, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno tak setuju apabila TikTok Shop dilarang di Indonesia. Musababnya, ia menilai banyak UMKM yang terbantu oleh layanan tersebut untuk menjual produknya. Ia sendiri mengaku dalam beberapa pelatihan kerap mendorong agar UMKM memanfaatkan media sosial, termasuk TikTok.
Sandi mengatakan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif masih akan membahas soal regulasi TikTok ini dengan Kemenetrian Koperasi dan UKM. Kedua Kementerian itu juga akan membahasnya dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika atau Kominfo.
Pilihan Editor: Ramai TikTok Shop di Indonesia, Begini Fakta-Fakta Terbarunya