“Nah proses pengosongan tanah ini lah yang sekarang menjadi sumber keributan, bukan hak atas tanahnya ya, bukan hak guna usahanya," tuturnya. "Proses (pengosongannya) karena itu sudah lama, kan. Itu udah belasan tahun, orang di situ tiba-tiba harus pergi."
Ketika ditanya lebih jauh soal jenis kekeliruan yang dilakukan oleh KLHK, Mahfud menjawab pendek bahwa KLHK telah mengeluarkan surat izin penggunaan kepada pihak yang tidak berhak.
“Itu kalau tidak salah sampai lima sampai enam keputusan gitu, dibatalkan semua (akhirnya surat izin KLHK dibatalkan). Karena memang salah sesudah dilihat dasar hukumnya. Sekarang udah banyak investor mau masuk, ternyata tanahnya gak ada. Sehingga harus dikosongkan. Itu saja masalahnya sebenarnya,” tuturnya.
Mahfud Minta Warga dan Pemegang Hak Berdiskusi Bersama
Mahfud menilai sebaiknya masyarakat Pulau Rempang beserta pemegang hak dan investor berdiskusi bersama untuk mengambil keputusan terhadap sejumlah hal, mulai dari uang kerahiman hingga tempat relokasi.
“Tinggal sekarang kan perlu, mungkin uang kerahiman, bukan uang ganti rugi, karena mereka tidak berhak. Uang kerahiman ini dan bagaimana memindahkannya dan ke mana, mungkin itu yang perlu didiskusikan antara pemegang hak bersama investor dan rakyat setempat," ujarnya. Menurut dia, diskusi soal uang kerahiman itu lebih baik dilakukan.
Terakhir, Mahfud meminta agar jangan sampai ada kekerasan saat melakukan pengosongan, kecuali apabila dalam kondisi genting. Ia pun menegaskan bahwa konflik yang terjadi antara masyarakat Pulau Rempang bukan karena penggusuran, melainkan pengosongan lahan.
“Supaya dipahami oleh masyarakat bahwa kasus itu bukan kasus penggusuran tetapi memang pengosongan karena memang secara hak itu akan digunakan oleh pemegang haknya. Tinggal soal kerahimannya berapa, pemindahannya kemana. Jangan sampai gunakan kekerasan kecuali dalam keadaan tertentu yang sudah gawat,” ucap Mahfud MD.
RIZKI DEWI AYU | ANTARA
Pilihan Editor: 3 Alasan Warga Pulau Rempang Tolak PSN yang Dikembangkan Tommy Winata