Tak hanya itu, masih sedikit pula asisten di warteg yang memahami penggunaan QRIS untuk bertransaksi. Dengan pangsa pasar masyarakat kelas menengah ke bawah, usaha warteg lebih memilih mempertahankan transaksi melalui pembayaran tunai.
"Rakyat kecil jarang pakai QRIS," kata dia
"Atau pegawai bank sekali-kali makan di warteg. Praktik pakai QRIS. Jangan makan di restoran besar terus," tambahnya.
Ikappi tak ambil pusing
Hal senada juga diungkap oleh Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (Ikappi) tidak ambil pusing akan kebijakan yang berlaku per 1 Juli 2023 ini. Pasalnya, transaksi di pasar tradisional masih didominasi transaksi tunai.
"Bahkan, kami masih pakai sistem nampan. Uang yang dibayarkan ditaruh di nampan, juga dengan kembaliannya," kata Sekjen Ikappi, Reynaldi Sarijowan, kepada Tempo, Sabtu, 15 Juli 2023.
Menurut Reynaldi, baru sebagian pedagang yang menggunakan QRIS sebagai metode transaksi. Misalnya, pedagang pakaian dan barang-barang hasil UMKM atau pedagang nonpangan.
"Pedagang yang basah, kayak ikan dan daging, belum mengoptimalkan ini."
Kendati demikian, menurut Reynaldi, kebijakan pajak 0,3 tetap berpengaruh pada transaksi pedagang yang menjadi pengguna QRIS. Karena itu, perlu dilakukan kajian kembali. Apalagi beban pajak 0,3 persen dilimpahkan kepada pedagang.
Menurut Reynaldi, sosialisasi dan edukasi masif daan intens perlu dilakukan. Terutama kepada para pedagang pakaian, seperti yang terpusat di Tanah Abang. "Jadi jangan sampai barcode cuma jadi pajangan, tapi akhirnya lebih banyak pakai transaksi tunai," kata dia.