Keempat, menurut Ori, kebijakan pengenaan cukai pada produk MBDK perlu dilakukan secara serentak ke semua skala usaha. Ia mengatakan pungutan cukai terhadap produk ini adalah instrumen yang efektif untuk mengendalikan konsumsi.
Kelima, pemerintah harus memprioritaskan penerapan cukai pada produk MBDK pada 2023. Apalagi, tuturnya, pengenaan cukai pada produk minuman berpemanis sudah direncanakan sejak 2020 lalu. Namun hingga kini, pemerintah terus menunda implementasinya.
Presiden Joko Widodo alias Jokowi telah menerbitkan aturan mengenai Rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau APBN Tahun Anggaran 2023, yang di antaranya berisi target penerimaan cukai dari plastik dan minuman berpemanis dalam kemasan atau MBDK. Hal itu tercantum dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 130/2022 tentang Rincian APBN Tahun Anggaran 2023.
Pemerintah mematok target penerimaan perpajakan 2023 senilai Rp 2.021,2 triliun. Penerimaan itu terdiri dari pendapatan pajak serta pendapatan bea dan cukai, dengan lebih dari 30 pos pendapatan. Sejumlah jenis cukai penarikannya telah berlaku, yakni cukai hasil tembakau dipatok target Rp 232,58 triliun, cukai etil alkohol Rp 136,9 miliar, dan minuman mengandung etil alkohol Rp 8,6 triliun.
Jokowi pun menugaskan jajarannya untuk menarik cukai dari produk plastik dan minuman berpemanis pada 2023. Jokowi menargetkan agar penerimaan cukai dari kedua pos itu bisa mencapai Rp 4,06 triliun.
Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan pengenaan cukai pada produk MBDK baru akan diterapkan pada 2024. Rencana tersebut tertuang dalam dokumen Kerangka Kebijakan Ekonomi Makro dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal (KEM PPKF). Nantinya, dokumen ini menjadi dasar APBN 2024.
Pilihan Editor: Tak Ada Solusi Jangka Pendek untuk Koperasi Bermasalah, Menteri Teten: Kami Babak Belur