Kemudian, kata Prastowo, keterlibatan keluarga Tutut Soeharto berlanjut, diteruskan ke anaknya Danty Indriastuty P sebagai komisaris di PT CMNP, sejak 2001. Pada waktu itu diketahui ada tiga entitas milik Tutut Soeharto (bukan CMNP) memiliki utang pada bank-bank yang disehatkan BPPN. “Ini yang ditagih hingga kini.”
Lalu, Prastowo berujar, sengketa dimulai. BPPN tidak mau membayar deposito PT CMNP karena berpendapat ada afiliasi atau keterkaitan, yaitu Tutut Soeharto sebagai direktur utama PT CMNP sekaligus komisaris utama Bank Yama (yang dimiliki 26 persen), sehingga tidak sesuai ddengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 179 Thun 2000 tentang Penjaminan.
Sehingga, atas hal tersebut, kata Prastowo, PT CMNP mengajukan gugatan yang dimenangkan oleh pengadilan, hingga Putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung pada 2010. Pertimbangan hakim saatu itu, meski bukti-bukti sesuai hukum, tapi keputusan BPPN dianggap merugikan pemegang saham mayoritas (selain Tutut Soeharto). “Demikian duduk perkara sengketa,” ucapnya.
Dia pun mengunggah salinan Putusan Mahkamah Agung itu. Di mana negara yang telah mengucurkan dana untuk menyelamatkan perbankan dan perekonomian, tidak punya kontrak dengan pihak tersebut. Justru dihukum untuk membayar deposito dan giro, ditambah dengan denda. “Tentu kita hormati putusan pengadilan,” tutur dia.
Sedang terhadap tagih negara ke tiga entitas yang berafiliasi dengan Tutut Soeharto, pemerintah terus melakukan upaya penagihan. “Akselerasi terjadi sejak dibentuk Satgas BLBI, yang dikomandoi Pak Mahfud MD. Semoga dapat dituntaskan di era Presiden Jokowi ini,” ujar Prastowo.
Pilihan Editor: Duduk Perkara Jusuf Hamka Tagih Utang Ke Pemerintah Rp 800 Miliar hingga Seret Nama Tutut Soeharto
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini