TEMPO.CO, Jakarta - Sengkarut persoalan di sektor pertambangan masih jamak terjadi sepanjang 2022. Lima masalah tambang menjadi sorotan oleh publik karena langsung bersingungan dengan masyarakat.
Pada awal 2022, masalah lahan pertambangan di Desa Wadas mengawali deretan sengkarut tersebut. Dugaan tindakan represif oleh aparat kepada warga penolak tambang dikritik banyak pihak. Isu-isu tambang lainnya, seperti penolakan warga terhadap tambang emas Sangihe, tambang emas di Trenggalek, dan masalah-masalah di Blok Wabu, Intan Jaya, Papua muncul berikutnya.
Kemudian pada akhir tahun, pernyataan Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka soal beking tambang ilegal di Klaten turut meramaikan pemberitaan. Berikut ini lima masalah tambang yang menjadi sorotan selama 2022.
1. Kisruh Tambang Wadas
Polemik pembukaan lahan pertambangan andesit di Desa Wadas, Jawa Tengah, mengawali isu sengkarut tambang sepanjang 2022. Pada Februari lalu, warga Desa Wadas yang menolak proyek pertambangan di desanya dikepung polisi. Dugaan tindakan represif terjadi menjelang pengukuran tanah untuk pembukaan lahan. Sejumlah warga ditangkap ap=parat.
Kisruh tambang di Desa Wadas masih terus terjadi meski masalah itu bergulir sejak 2017. Warga Desa Wadas menolak pembukaan lahan tambang karena khawatir pekerjaan ini bakal menimbulkan bencana ekologi pada masa mendatang, seperti kekeringan sumber mata air dan longsor.
Adapun batuan andesit di desa tersebut akan dikeruk untuk bahan baku proyek pembangunan Bendungan Bener di Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, yang menjadi bagian dari proyek strategis nasional (PSN) pemerintah. Koordinator Gerakan Masyarakat Peduli Alam Desa Wadas, Insin Sutrisno, telah meminta Gubernur Jawa Tengah Pranowo dan Kapolda Jawa Tengah menghentikan rencana pertambangan serta menyetop pengukuran lahan.
“Kami juga meminta (Gubernur dan Kapolda) menarik aparat kepolisian dari Desa Wadas serta menghentikan kriminalisasi dan intimidasi aparat terhadap Desa Wadas,” kata Insin Februari lalu.
Dokumen Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat yang diterima Tempo pada November 2021 menunjukkan 114 hektare lahan di Desa Wadas akan dibuka untuk tambang andesit. Jumlah itu seperempat dari total luas Desa Wadas. Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Serayu Opak mengklaim berdasarkan hasil penelitian batuan di Wadas, cadangan batu hitam di desa itu memenuhi syarat teknis sebagai material timbunan Bendungan Bener.
Pemerintah pun berencana mengeruk batuan andesit sebanyak 16,9 juta kubik di Wadas sebagai material utama untuk pembangunan dinding tanggul Bendungan Bener. Jumlah itu dua kali lipat dari angka riil kebutuhannya sebanyak 8,47 juta kubik. Mundur dua tahun dari target pengoperasian yang semula ditetapkan pada 2023, waduk ini diklaim akan menjadi yang paling besar di Asia Tenggara.
Masalah tambang Wadas tak hanya berhenti di potensi bencana. Proyek tambang andesit ini sonder izin usaha pertambangan (IUP). Berdalih bagian dari PSN, pemerintah hanya mengantongi izin penetapan lokasi (IPL) Bendungan Bener sebagai bekal mengeruk batuan hitam di perut Wadas. Sengkarut perizinan juga menjadi salah satu dasar warga Wadas menolak proyek pertambangan di desanya. Sampai akhir tahun ini, warga masih terus menyerukan penolakan terhadap proyek tersebut.
Baca juga: Sonder Izin Usaha Pertambangan di Mega Proyek Tambang Andesit Desa Wadas
Selanjutnya, Blok Wabu....