TEMPO.CO, Jakarta - Nasabah PT Asuransi Jiwa Adisarana Wanaartha (Wanaartha Life), Henry Lukito, mendesak transparansi data pemegang premi. Henry menyangsikan jumlah nasabah terimbas gagal bayar mencapai 28 ribu sampai 100 ribu seperti yang disampaikan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
“Jumlah nasabah itu enggak mungkin sampai 28 ribu, enggak mungkin yang dibilang 100 ribu. Kalau ada 100 ribu, tolong verifikasi ke kita nasabah,” ujar dia di kantor Tempo pada Jumat, 9 Desember 2022.
Lukito mengaku tak pernah ada pendataan resmi nasabah setelah kasus gagal bayar Wanaartha mencuat. Dia pun memperkirakan nasabah yang menjadi korban Wanaartha tak lebih dari 5.000 berdasarkan pendataan mandiri yang dihimpun melalui grup-grup perpesanan instan atau melalui perhitungan saat pergerakan aksi.
Baca: OJK Akan Telusuri Aset dan Harta Pribadi Pemegang Saham Pengendali Wanaartha Life
Kala menghimpun nasabah untuk melakukan pergerakan di Patung Kuda, Jakarta Pusat, misalnya, total pihak yang mengaku menjadi korban tak lebih dari 1.100 orang. "Bahkan mungkin lebih kecil, 1.000-2.000 orang saja. Saya minta data nasabah dan polis jumlahnya berapa itu harus transparan saja,” ucap Lukito.
Dia beranggapan, klaim jumlah nasabah yang mencapai puluhan ribu membuat kasus tersebut seolah-olah tak bisa diselesaikan. Sehingga, OJK dianggap tidak bisa membantu para nasabahnya.
Nasabah, Lukito melanjutkan, pernah berkomunikasi dengan OJK secara langsung mengenai data korban Wanaartha. Namun menurut dia, OJK kesulitan menangani lantaran total nasabah teramat jumbo jumlahnya.
“Jadi (mereka) sudah angkat tangan. Mungkin enggak bisa diklaim karena ini masih di sita semua,” kata dia.
Padahal, jika total korban sesuai dengan perhitungan para nasabah, jumlah yang harus ditanggung Wanaartha untuk mengganti kerugian tak terlampau besar, menurut Lukito. Dia mencontohkan rata-rata nasabah memasang premi Rp 800 juta. Apabila premi itu dikalikan dengan 5.000 orang, jumlah keseluruhannya tak sejumbo yang dihitung perusahaan.
“Jika rata-rata per polis itu Rp 800 juta dikali 28 ribu ya lemeslah kita.”
Lukito melanjutkan, mendata jumlah korban secara akurat semestinya tak terlalu sulit. OJK atau Wanaartha, kata dia, cukup meminta para nasabah membawa berkas polis dan diverifikasi.
"Jika orangnya sudah meninggal, ada ahli warisnya yang namanya ikut tercantum. Itu bukan sesuatu yang sulit sebetulnya. Jadi permasalahan kami sebenarnya bukan yang njelimet, ini simpel sebenernya niat baiknya seperti apa,” kata Lukito.
Selanjutnya, nasabah rugi Rp 2,4 miliar....
Cerita Rugi Rp 2,4 Miliar di Wanaartha
Lukito menjadi nasabah Wanaartha Life pertama kali pada September 2019. Dia membenamkan duit Rp 1,2 miliar untuk satu polis dengan nama Saving Plan. Ia lalu mendaftarkan satu polis lagi dengan nilai yang sama, sehingga total nilai uang yang ditempatkan di perusahaan asuransi itu berjumlah Rp 2,4 miliar.
“Ini ada dua polis saya ngambil 3 tahun sejak tahun 2019 bulan September dan Oktober. Jadi saya sempat terima manfaat 2-3 bulan. Itu pertama kali saya ikut,” ujar dia.
Ia tertarik bergabung menjadi nasabah Wanaartha Life karena bunga manfaatnya sedikit lebih besar ketimbang deposito. Kala bunga deposito sekitar 7,5 persen pada 2019, Wanaartha Life bisa menjanjikan bunga 10 persen per tahun.
"Kalau di deposito itu saya kena potong pajak 20 persen. Tapi karena ini asuransi jadi sudah final, 10 persen diterima total tiap tahun,” kata pria yang bekerja di perusahaan swasta di bidang keuangan tersebut.
Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non-Bank OJK Ogi Prastomiyono mencatat ada 28 ribu pemegang polis asuransi Wanaartha Life. Namun, dari jumlah itu, ada yang terdaftar secara berkelompok, sehingga OJK memperkirakan total peserta perusahaan asuransi tersebut sekitar 100 ribu peserta.
"Untuk kepastiannya ini akan ada tim likuidasi yang memverifikasi dari peserta pemegang polis Wanaartha," ucap Ogi seusai Rapat Dewan Komisioner Bulanan secara virtual pada Selasa, 6 Desember 2022.
Wanaartha Life adalah perusahaan asuransi yang dinilai bermasalah lantaran tidak mampu menutup selisih kewajiban dengan aset, baik melalui setoran modal oleh pemegang saham pengendali atau mengundang investor. Perusahaan ini menjual produk dengan imbal hasil yang tidak diimbangi kemampuan perusahaan mendapatkan hasil dari pengelolaan investasinya. Kondisi tersebut direkayasa perusahaan sehingga laporan keuangan yang disampaikan kepada OJK maupun laporan keuangan publikasi tidak sesuai kondisi sebenarnya.
OJK pun telah mencabut izin usahanya pada Senin, 5 Desember 2022. “Pencabutan izin Wanaartha dilakukan OJK sebagai upaya untuk tidak membiarkan kondisi berlarut-larut yang membuat ketidakpastian kepada konsumen,” tutur Ogi.
Wanaartha juga wajib menghentikan seluruh kegiatan usaha, baik di kantor pusat maupun luar kantor pusat. Perusahaan lalu diminta menyusun dan menyampaikan neraca penutupan kepada OJK, paling lambat 15 hari setelah pencabutan izin usaha. Agar permasalahan yang sama tidak terulang, OJK juga membentuk tim pengawasan khusus untuk memonitor perusahaan-perusahaan yang bermasalah.
RIANI SANUSI PUTRI
Baca juga: Ini Janji Bos OJK Usai Cabut Izin Wanaartha Life
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.