TEMPO.CO, Jakarta - Indonesia menjadi pasien International Monetary Fund atau IMF, tapi keluar pada masa akhir kepemimpinan Soekarno. Sejak Februari 1967, Indonesia bergabung kembali menjadi anggota IMF yang ditindaklanjuti oleh IMF dengan menempatkan beberapa perwakilannya dari luar negeri sebagai konsultan di pos-pos strategis bidang ekonomi seperti Departemen Keuangan dan Bank Indonesia.
Jurnal Ekonomi Politik Neoliberalisme International Monetary Fund: Studi Kasus Indonesia 1997-1998 oleh ojs.umra.ac.id menyatakan IMF selalu terlibat dalam kebijakan Orde Baru yang banyak membutuhkan modal dari luar negeri. Keterlibatannya menjadi konsultan keuangan pemerintah sejak awal rezim Soeharto memerintah pada 1967.
Saat krisis moneter 1998 pun, peran IMF sangat besar. Dikutip dari publikasi Krisis Moneter Indonesia: Sebab, Dampak, Peran IMF, dan Saran dari bmeb-bi.org, krisis yang dialami Indonesia terjadi karena terdapat ketidakseimbangan antara kebutuhan valuta asing dalam jangka pendek dengan jumlah devisa yang tersedia. Akibatnya, nilai dolar AS melambung dan tidak terbendung.
Menurut IMF tindakan yang harus segera didahulukan untuk mengatasi krisis moneter 1998 adalah memecahkan masalah utang swasta luar negeri, membenahi kinerja perbankan nasional. IMF juga berusaha mengembalikan kepercayaan masyarakat dalam dan luar negeri terhadap kemampuan ekonomi Indonesia, menstabilkan nilai tukar rupiah pada tingkat yang nyata, dan mengembalikan stabilitas sosial dan politik.
Strategi pemulihan IMF adalah mengembalikan kepercayaan pada mata uang yaitu dengan membuat mata uang rupiah menjadi menarik. Inti setiap program pemulihan ekonomi adalah restrukturisasi sektor finansial.