TEMPO.CO, Jakarta - Presiden terpilih, Prabowo Subianto, kembali menyinggung soal rendahnya rasio penerimaan pajak (tax rasio) terhadap produk domestik bruto (PDB). Bahkan sejak Reformasi, tidak pernah bisa menyamai pencapaian di era Orde Baru (Orba) yang menyentuh 14 persen.
“Di Orde Baru pernah 14 persen. Kenapa sekarang turun? Sekarang Thailand kalau tidak salah sudah 16 persen, Malaysia sekitar itu 15 persen, Kamboja mungkin lebih,” tutur Prabowo saat menghadiri acara Buka Bersama DPP PAN di Kalibata, Jakarta Selatan, pada Kamis, 21 Maret 2024.
Soal rasio pajak ini juga menjadi topik kampanyenya dalam Pilpres 2019 ketika ia dikalahkan capres petahana, Jokowi.
Prabowo, yang sekarang menjadi Menteri Pertahanan, juga menyinggung perihal penerimaan rasio pajak saat ini yang turun ke angka 10 persen. Dia bahkan membandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya.
“Nah kenapa kok kita hanya 10 persen, bedanya apa orang Thailand, Malaysia, Kamboja, sama kita? Bedanya apa? Kulit sama, warna rambut sama, jadi ada apa? Apa kita lebih bodoh? Atau lebih malas?,” kata Prabowo.
Berdasar data Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (DJP Kemenkeu), rasio penerimaan pajak Indonesia selama tiga tahun terakhir ini berada di rentang kurang dari 11 persen. Rinciannya, pada tahun 2021 mencapai 9,11 persen, tahun 2022 mencapai 10,39 persen dan tahun 2023 naik ke 10,21 persen.
Menurut Bank Dunia, rasio pajak Indonesia pernah mencapai 21 persen pada 1980-an. Namun jumlah PDB waktu itu tidak sebesar sekarang. Pada 1980, PDB Indonesia sekitar Rp46 triliun, sedangkan pada 2023 mencapai Rp20 ribu triliun.
Apa Itu Rasio Pajak?
Tax Ratio atau rasio pajak didefinisikan sebagai perbandingan antara "penerimaan perpajakan (X) dengan PDB (Y)". Ini merupakan definisi yang dipakai setiap negara anggota OECD (Organization of Economic Cooperation and Development), demikian dikutip dari laman Ditjen Pajak.
Angka rasio pajak ini ditetapkan oleh pemerintah dan Komisi XI DPR RI. Untuk 2024, disepakati 9,92%-10,2% persen. Tahun sebelumnya 10,21 persen.
Angka tax ratio digunakan untuk mengukur optimalisasi kapasitas administrasi perpajakan di suatu negara dalam rangka menghimpun penerimaan pajak di suatu negara.
Terkait dengan penerimaan pajak dalam rangka menghitung rasio pajak, suatu negara mungkin saja hanya memasukkan unsur penerimaan pajak pusat saja. Namun, ada pula negara yang memasukkan unsur penerimaan pajak pusat dan pajak daerah. Tidak hanya itu, ada pula negara yang memasukkan unsur penerimaan pajak pusat, pajak daerah dan penerimaan sumber daya alam (SDA).
Dalam mengukur rasio pajak, Indonesia hanya memasukkan unsur penerimaan pajak pusat saja, yakni pajak-pajak yang dihimpun oleh Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak .
Untuk meningkatkan rasio pajak ini, yang bisa dilakukan adalah menggenjot pemasukan pajak sehingga ketika PDB terus tumbuh, angka tax ratio yang pemasukan riilnya tetap, tidak makin kecil.
ADINDA JASMINE