"Contohnya BPJS dan PLN, mereka mau mengelola data dengan baik atau amburadul sekalipun, bisnis mereka tidak terpengaruh," kata dia.
Dari situlah, menurut Alfons, sumber masalah dalam pengelolaan dan perlindungan data biasanya muncul. Maka perlu Undang-undang Undang-Undang Pelindungan Data Pribadi alias RUU PDP. Sehingga pemerintah dapat yang memberikan sanksi tegas jika terjadi kebocoran data.
Sebelumnya telah terjadi peretasan data secara beruntun oleh akun hacker bernama Bjorka. Bjorka diduga meretas data hasil registrasi ulang SIM Card dan mengunggahnya di forum breached.to. Jumlah data yang ia klaim ada sebanyak 1.304.401.300 data registrasi kartu SIM atau sebanyak 87 GB yang berisi nomor induk kependudukan (NIK), nomor telepon, operator seluler yang digunakan dan tanggal penggunaan.
Jumlah data tersebut berkisar 2 juta sampel yang telah dikumpulkan dari 2017 hingga 2020. Dari sampel data itu, ditemukan sejumlah nama operator telekomunikasi, di antaranya Telkomsel, Indosat, Tri, XL, dan Smartfren.
Bjorka juga mengaku telah membocorkan ribuan dokumen surat menyurat dari BIN yang ditujukan pada Presiden Joko Widodo atau Jokowi. Data yang dihumpun adalah dokumen pada periode 2019-2021, termasuk kumpulan surat yang dikirim oleh Badan Intelijen Negara yang diberi label rahasia.
Kemudian kebocoran data pribadi sejumlah pejabat publik juga sempat diklaim dilakukan oleh Bjorka. Beberapa di antaranya adalah data Menteri Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Johnny G. Plate, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud Md, dan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.
Baca: Utang Luar Negeri Indonesia Turun Jadi Rp 5.964 Triliun per Juli 2022, Begini Penjelasan BI
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.