TEMPO.CO, Jakarta - Pakar keamanan siber dan forensik digital dari Vaksincom Alfons Tanujaya menyoroti adanya peluang kebocoran data yang baru, yakni yang berasal dari Nomor Pokok Wajib Pajak atau NPWP.
Ia menjelaskan peralihan data Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai NPWP yang telah diterapkan Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Ditjen Pajak Kemenkeu) pada 14 Juli 2022 lalu.
"Harap Departemen Keuangan menjaga informasi ini dengan baik dan jangan menjadi sumber kebocoran data yang baru," ujarnya saat dihubungi Tempo pada Rabu, 14 September 2022.
Lebih jauh, Alfons menilai pengamanan data di institusi keuangan, telah cukup baik. Hal itu menurutnya menunjukkan bahwa jika institusi serius memperhatikan perlindungan data, ditambah adanya regulator yang mengawasi dengan ketat seperti Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), maka kemanan data bisa lebih baik.
Contohnya, kata dia, yang terjadi pada lima bank besar di Indonesia, yaitu BRI, Mandiri, BCA, BTN, dan BNI. Keamanan data relatif lebih terjamin sebab ada persaingan bisnis yang ketat. Pasalnya, bila ada bank yang tidak mengelola datanya dengan baik, maka nasabah akan pindah ke bank lain.
Oleh karena itu, Alfons berpendapat sesungguhnya pengamanan data bisa dilakukan oleh siapapun, baik oleh pemerintah maupun swasta. Namun, pemerintah perlu memberikan perhatian yang lebih serius pada data yang dikelola oleh beberapa instansi dan lembaga pemerintah.
Perhatian lebih serius terutama ditujukan ke instansi yang memonopoli dan yang mewajibkan masyarakat memberikan datanya karena aturan pemerintah. Artinya di situ tak terjadi persaingan bisnis yang ketat.