TEMPO.CO, Jakarta -Kementerian Komunikasi dan Informatika atau Kominfo mengendus adanya dugaan pelanggaran pidana dari kebocoran data SIM Card sebanyak 1,3 miliar. Kementerian ini pun telah menggandeng Direktorat Pidana Siber Bareskrim Polri untuk menindaklanjuti kebocoran data ini.
Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Kominfo Semuel Abrijani Pangerapan mengatakan, sesuai dengan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) para pengendali data itu, yakni operator seluler harus menjaga kerahasiaan data penggunanya.
"Sesuai Undang-undang ITE, itu setiap pengendali data wajib menjaga keamanan dan juga kerahasiaannya. Memang itu mereka harus mempunyai suatu sistem yang comply dan tanggung jawab," kata dia saat konferensi pers di Kantor Kementerian Kominfo, Jakarta, Senin, 5 September 2022.
Tapi, dia menjelaskan, dari hasil pertemuan antara Kominfo dengan operator seluler seperti Telkomsel, XL, Indosat, smartfren, dan 3, belum bisa diidentifikasi pemilik data yang bocor tersebut. Kata Semuel, pihak operator masih dibantu oleh BSSN dan Direktora Jenderal Dukcapil untuk mencocokkan data yang mereka miliki dengan data SIM Card yang bocor itu.
"Jadi ini apakah kebocorannya diantara komunikasinya atau bagaimana, ini yang kita perlu perdalam. Nanti kami berikan waktu daripada mereka untuk melakukan pendalaman," kata Semuel.
Meski belum ditemukan secara spesifik data mana yang bocor, Semuel menekankan, kebocoran data 1,3 miliar ini adalah sesuatu yang tak terbantahkan. Maka, dia menekankan, selain adanya sanksi administratif karena para pengendali data itu tidak mengamankan datanya dengan baik, sanksi pidana juga harus dikenakan karena ada yang mengambil data dan menyebarluaskannya.
"Bahwa benar ada kebocoran itu adalah kesalahan dari pengendali. Tapi yang dibocorkan datanya juga perlu, jadi media juga perlu, ini seolah-olah yang membocorkan pahlawan, itu yang dibocorkan data-data kita juga, makanya kami undang cyber crime, ini juga harus ditindak," ujar dia.
Apalagi, dia mengungkapkan, Indonesia saat ini sedang marak diserang dari sisi siber. Maka, persoalan kebocoran data ini kata dia harus ditindak selain dari sanksi administratif juga sanksi pidana. Sanksi administratif kata dia mulai dari teguran hingga penutupan operasi.
"Indonesia kan sedang banyak serangan, jadi kita harus bahu membahu jadi seolah-olah ini hanya satu sisi, tapi ada 2 pelanggaran, satu pelanggaran administrasi dan satu lagi pelanggarna pidana. yang pidananya ini seolah-olah tidak pernah dijelaskan ke publik," ujar dia.
Sebelumnya, kabar kebocoran data pribadi itu diduga telah diperjualbelikan di salah satu situs hacker. Data tersebut merupakan hasil registrasi ulang SIM Card yang diunggah oleh sebuah akun bernama Bjorka di forum breached.to.
Bjorka mengeklaim memiliki 1.304.401.300 data registrasi kartu SIM atau sebanyak 87 GB yang berisi nomor induk kependudukan (NIK), nomor telepon, operator seluler yang digunakan dan tanggal penggunaan.
Akun itu juga mengaku telah membagikan 2 juta data sampel yang telah dikumpulkan dari 2017 hingga 2020. Ia menampilkan sampel data tersebut, dan diketahui terdapat sejumlah nama operator telekomunikasi, di antaranya Telkomsel, Indosat, Tri, XL, dan Smartfren.
Baca Juga: Data SIM Card Bocor, Johnny Plate Sebut Masyarakat Harus Jaga NIK Masing-masing
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.