TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti blak-blakan menjelaskan soal penyesuaian tarif seiring penerapan kelas rawat inap standar atau KRIS.
Dalam rapat kerja dengan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dan Komisi IX DPR kemarin, Ali menyatakan hingga kini belum ada keputusan soal perubahan tarif tersebut. Pasalnya, penyelenggara jaminan kesehatan nasional (JKN) masih menunggu hasil uji coba penghapusan kelas rawat inap di sejumlah rumah sakit terlebih dulu.
Ia memastikan penetapan tarif baru hanya akan diberlakukan setelah melalui persiapan dan kajian yang matang. "Intinya bagaimana persiapan komprehensif, serta konsep secara matang untuk betul-betul ada," ujar Ghufron, Senin, 4 Juli 2022.
Dengan begitu, kata dia, pihaknya bisa lebih mudah menjawab berapa tarif yang akan diterapkan untuk tiap kelas peserta, begitu juga bila nanti diputuskan tarif yang berlaku adalah tarif tunggal. "Sehingga kalau ditanya kelas satu ke mana, bisa jawab. Kalau iuran tunggal berapa, bisa jawab."
Saat ini, Ghufron menyatakan pihaknya belum memutuskan berapa tarif iuran peserta BPJS Kesehatan yang harus dibayar. "Sampai sekarang masih pada bigung kalau ditanya, kami sendiri juga bingung. Mau Rp 70.000, Rp 75.000, Rp 50.000, jangan sampai membebani," katanya.
Penerapan KRIS diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020 dan diamanatkan implementasi dilakukan paling lambat pada tahun 2022. Saat aturan tersebut dirumuskan, konteks pembuatan beleid itu untuk mengatasi defisit BPJS Kesehatan yang mencapai lebih dari Rp 50 triliun.
Ghufron menyebutkan tujuan penerapan KRIS sangat jelas disebutkan dalam Pasal 54 A beleid itu. Di dalam pasal itu dijelaskan bahwa untuk keberlangsungan pendanaan jaminan kesehatan nasional, menteri bersama kementerian/lembaga terkait, organisasi profesi, dan asosiasi fasilitas kesehatan meninjau manfaat jaminan kesehatan sesuai kebutuhan dasar kesehatan (KDK) dan rawat inap kelas standar.
Nah, dengan kondisi saat ini BPJS Kesehatan tak lagi defisit, menurut Ghufron, penghapusan kelas rawat inap di rumah sakit bukan lagi untuk memperbaiki kondisi keuangan. "Sekarang ini kami bersyukur BPJS sudah tidak defisit, jadi isu ini sudah out of date, sudah tidak diperlukan lagi," ucapnya.
Selanjutnya: Penghapusan kelas rawat inap bukan untuk menambal defisit BPJS.