Oleh sebab itu, menurut dia, lebih baik memprioritaskan penyelesaian masalah yang lebih mendesak. "Kita harus prioritaskan mana sebetulnya yang menjadi masalah, apa yang jadi masalah pokok dari sisi masyarakat, tadi disampaikan masalah akses sebetulnya," kata Ghufron.
Ia kembali menegaskan bahwa isu penerapan KRIS bukan untuk menambal defisit BPJS Kesehatan, namun untuk perbaikan mutu layanan. Oleh karena itu, Ghufron menyebutkan perlu dirumuskan konsep KRIS yang komprehensif dan matang sebelum diterapkan dan tidak perlu tergesa-gesa. Dengan begitu, implementasi penyeragaman kelar rawat inap ini bisa menjawab kebutuhan pelayanan kesehatan masyarakat.
Sebelumnya, Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Noch Tiranduk Mallisa mengungkapkan uji coba penerapan KRIS Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) akan dilakukan pada per bulan Juli ini. Uji coba penghapusan kelas rawat inap BPJS Kesehatan tersebut akan dilakukan pada rumah sakit khusus vertikal milik Kementerian Kesehatan.
Pelaksanaan KRIS itu adalah amanah Undang - Undang No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem jaminan Sosial Nasional (SJSN). Penghapusan kelas rawat inap BPJS Kesehatan ini bertujuan untuk memberikan fasilitas dan pelayanan kesehatan yang sama bagi peserta program tersebut.
Untuk tahap awal, program KRIS akan diujicobakan pada rumah sakit khusus vertikal milik Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Sebab, dari sisi sumber daya, rumah sakit vertikal mendapat dukungan penuh dari pemerintah pusat.
Adapun sejumlah rumah sakit yang telah dikunjungi dan dinyatakan siap melaksanakan uji coba penghapusan kelas rawat inap BPJS Kesehatan adalah Rumah Sakit dr. Sardjito di Yogyakarta, RS Pongtiku Toraja Utara, dan RS TNI AD Reksodiwiryo di Padang Sumatra Barat.
BISNIS
Baca: Luhut Sebut RI Ada di Posisi Terendah pada Kasus Harian terhadap Populasi
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini