Sesuai dengan pasal 196 Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, kegiatan memproduksi atau mengedarkan obat tradisional mengandung BKO dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun dan denda paling banyak Rp 1 miliar.
Menurut dia, peredaran obat tradisional mengandung BKO menimbulkan dampak negatif pada sisi ekonomi, hukum, sosial, dan budaya. Dari sisi ekonomi, peredaran produk mengandung BKO ini dapat merugikan produsen obat tradisional yang legal karena timbul persaingan yang tidak sehat dan juga peningkatan biaya kesehatan masyarakat akibat efek samping yang timbul.
Sedangkan dari sisi hukum, jika tidak dilakukan penindakan maka berpotensi menimbulkan dampak ketidakpastian hukum terhadap peredaran obat tradisional mengandung BKO.
Dari sisi sosial dapat menimbulkan keresahan di masyarakat akibat adanya bahaya terhadap kesehatan dan dari sisi budaya dapat menurunkan penggunaan/konsumsi dan citra jamu sebagai national heritage Indonesia.
Berdasarkan hasil pengawasan Badan POM tahun 2021, sebanyak 64 produk (0,65 persen) dari total 9.915 produk obat tradisional yang telah disampling dan diuji, diketahui mengandung BKO. BKO yang paling banyak ditambahkan yaitu Sildenafil Sitrat dan turunannya (klaim OT stamina pria), Parasetamol (klaim OT pegal linu), Tadalafil (klaim OT stamina pria), Deksametason (klaim OT pegal linu), dan Sibutramin hidroklorida (klaim OT pelangsing).