TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memberi batas waktu untuk pengalihan harta dari luar negeri atau repatriasi dalam Program Pengungkapan Sukarela (PPS) wajib pajak alias Tax Amnesty Jilid II. Program ini akan berlangsung selama enam bulan, mulai 1 Januari sampai 30 Juni 2022.
Harta itu bisa dialihkan saja ke dalam negeri, atau diinvestasikan ke tiga instrumen yaitu Surat Berharga Negara (SBN), hilirisasi Sumber Daya Alam (SDA), atau energi terbarukan. Kalau peserta program melewati batas waktu yang ditetapkan, maka akan ada tambahan Pajak Penghasilan atau PPh Final.
“Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan surat teguran terhadap wajib pajak,” demikian bunyi Pasal 19 ayat 2 dalam ketentuan pelaksana yang baru saja diterbitkan Sri Mulyani pada 22 Desember.
Ketentuan tersebut yaitu yaitu Peraturan Menteri Keuangan atau PMK 196/PMK.03/2021 tentang Tata Cara Pelaksanaan Program Pengungkapan Sukarela Wajib Pajak. Ini adalah aturan turunan dari UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan.
Dalam PMK tersebut, batas waktu repatriasi adalah 30 September 2022 melalui bank. Setelah dialihkan, ada holding period selama 5 tahun sejak Surat Keterangan diterbitkan. Artinya, harta itu tak boleh keluar dari Indonesia selama masa tersebut.
Sri Mulyani memberi tarif pajak yang lebih rendah kalau wajib pajak yang melakukan repatriasi menginvestasikan harta mereka di tiga instrumen tersebut. Petunjuk investasi sudah diatur dalam PMK 196 ini.
Untuk investasi di hilirisasi SDA dan energi terbarukan misalnya, peserta bisa melakukan dengan pendirian usaha baru. Cara lain bisa juga dengan penyertaan modal pada perusahaan yang melakukan penawaran umum perdana atau pemesanan efek terlebih dahulu (rights issue).
Tapi, PMK 196 ini belum merinci sektor hilirisasi SDA dan energi terbarukan apa saja yang bisa dimasuki harta repatriasi. “Sektor pengolahan sumber daya alam dan energi terbarukan sebagai tujuan investasi harta bersih, ditetapkan oleh menteri,” demikian bunyi Pasal 16 ayat 4.