Tempo mengkonfirmasi ke Rynaldo P. Batubara, pendiri firma hukum itu, tapi belum direspons.
Tempo juga mencoba mengkonfirmasi kepada Sekretaris Jenderal Partai Berkarya kubu Tommy Soeharto, Priyo Budi Santoso. Tapi, Priyo juga belum merespons saat dihubungi.
Bambang Trihatmodjo
Dalam kasus ini, pemerintah menagih utang yang berasal dari pinjaman negara untuk konsorsium mitra penyelenggara SEA Games XIX 1997. Konsorsium itu diketuai Bambang, tapi belum dikembalikan sampai hari ini.
Di sejumlah pemberitaan disebutkan Sri Mulyani menagih utang sebesar Rp 50 miliar kepada Bambang. Akan tetapi, pihak DJKN membantah hal tersebut. DJKN menyatakan tidak pernah mempublikasikan angka tersebut karena nilai utang termasuk daftar informasi yang dikecualikan.
Gugat menggugat lalu terjadi di pengadilan. Awalnya, Sri Mulyani yang mencekal atau mencegah Bambang keluar negeri atas kasus piutang ini. Pencegahan dilakukan dua kali: 11 Desember 2019 dan 27 Mei 2020.
Ketentuan soal pencekalan ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 240/PMK.06/2016 tentang Pengurusan Piutang Negara. Dalam Pasal 127 disebutkan bahwa pencegahan ke luar negeri dapat dilakukan untuk dua jenis sisa utang. Pertama, lebih dari Rp 500 juta. Kedua, kurang dari Rp 500 juta, tetapi objek pencegahan sering bepergian ke luar wilayah Indonesia.
Bambang lalu menggugat Sri Mulyani pada 15 September 2020. Tapi pada 4 Maret 2021, Pengadilan Usaha Tata Negara (PTUN) Jakarta menolak gugatan Bambang. Maka, pencekalan terhadap Bambang pun berlanjut.
Pada 28 Juni 2021, Bambang kembali mengajukan gugatan. Kali ini menggugat Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Jakarta I, serta Kementerian Sekretariat Negara. Dalam gugatannya, Bambang menyebut yang harusnya bertanggung jawab adalah PT Tata Insansi Mukti sebagai badan hukum pelaksana, bukan konsorsium. Tapi, gugatan ini dicabut Bambang pada 14 Juli 2021.