TEMPO.CO, Jakarta - Pakar kebijakan ekonomi Achmad Nur Hidayat memperkirakan efek Taper Tantrum The Fed 2021-2022 tidak separah 2013. Namun, ia meminta semua pihak tetap waspada.
Menurutnya, normalisasi kebijakan moneter Amerika Serikat atau yang dikenal taper tantrum The Fed merupakan konsekuensi bank sentral AS untuk mengimbangi pemulihan ekonominya.
Ekonomi AS, kata Achmad, tumbuh menakjubkan di level 12,20 persen year-on-year pada semester pertama 2021. Ditambah lagi, terjadi penurunan terendah pada data pengangguran terbuka (TPT) sebesar 5,4 persen dan adanya tekanan inflantory AS menembus 5,3 persen di Juli 2021.
"Melihat indikator makro tersebut, pengambil keputusan Fed merasa perlu melalukan normalisasi,” ujar Direktur Eksekutif Narasi Institute itu dalam keterangan tertulis, Senin, 30 Agustus 2021.
Achmad mengatakan tapering Fed tahun 2021-2022 menjadi perhatian ahli ekonomi dan pengambil kebijakan lantaran kebijakan serupa pada tahun 2013 berdampak kepada menciutnya pasar keuangan Indonesia secara signifikan.
Baca Juga:
“Pada 2013, pembalikan modal (capital outflow) besar-besaran terjadi, rupiah yang sempat berada di bawah Rp 10 ribu per dolar AS anjlok hingga ke level 12.000 per dolar AS pada 2013," tutur Achmad.
Kala itu, ujar dia, rupiah terus melemah hingga menyentuh Rp 14.690 per dolar AS pada puncak tapering off Fed yaitu September 2015. Rupiah menguat kembali karena ada sentimen perang dagang pada 2019, namun tidak lama karena pandemi melanda dunia pada 2020.