Berbeda degan cost recovery, sistem gross split membagi bagian negara dari produksi kotor. Misalnya produksi 100 bbl maka bagian negara (split atau royalty) 15 bbl yang ditetapkan besarannya diawal, tergantung dari karakteristik dari blok migas tersebut, bukan bergantung dari ongkos produksi. Kontraktor akan mendapat 85 bbl yang sudah termasuk biaya produksi.
Kalau kontraktor berusaha untuk lebih efisien pengurangan biaya ini menjadi milik kontraktor. Sebaliknya jika kontraktor tidak efisien mereka sendiri yang menanggung akibatnya. "Artinya, inefisiensi kontraktor tidak berdampak kepada bagian negara," ujar Arcandra.
Perumpanaan lain, kata Arcandra, seperti pada bagi hasil antara petani penggarap dan pemilik sawah. Dalam sistem cost recovery, ongkos pupuk, pestisida, irigasi, bibit dan perawatan sebelum panen ditalangi oleh petani penggarap. Lalu saat panen, semua biaya dibayar oleh pemilik sawah lewat produksi gabahnya.
Saat panen 100 karung dan biaya produksi 80 karung, maka 20 karung sisanya dibagi antara petani penggarap dan pemilik sawah. Kalau petani penggarap mengajukan biaya lebih tinggi, maka pemilik akan mendapatkan bagian yang makin sedikit. "Bagaimana kalau penggarap mangajukan biaya sampai 95 karung karena berbagai alasan? Pemilik sawah hanya bisa gigit jari, tidak bisa menikmati hasil panen yang sesuai," ujarnya.
Sementara dengan sistem gross split, pemilik sawah dijamin untuk mendapat bagiannya, misalnya 15 karung dari 100 karung gabah yang dihasilkan. Penggarap akan dapat 85 karung. Kalau petani penggarap mau bekerja keras sehingga ongkos produksi bisa ditekan, maka efisiensi ini akan dinikmati oleh penggarap.
Kalau tiba-tiba harga gabah anjlok dan ongkos produksi melebihi hasil panen 100 karung, maka bagian pemilik sawah akan mengecil agar kerugian penggarap terbantu dalam sistem gross split. Sementara kalau harga gabah tinggi, maka bagian pemilik lebih besar. "Ini adalah salah satu cara agar kontrak antara penggarap dan pemilik bisa lebih adil," ujarnya.
Di industri migas, kata Arcandra Tahar, penggarap adalah perusahaan minyak seperti Pertamina, Medco, Chevron, ExxonMobil, Shell dan lain-lain. Sementara pemilik sawah adalah negara atau pemilik blok migas.
Baca: Yusuf Mansur Borong Saham REAL Rp 30 Miliar, Bagaimana Prospeknya?