TEMPO.CO, Jakarta - Maskapai penerbangan PT AirAsia Indonesia Tbk. (CMPP) membukukan penurunan pendapatan dan kondisi keuangan berbalik menjadi rugi sepanjang tahun 2020. Dalam penjelasan yang dilaporkan ke Bursa Efek Indonesia disebutkan badai pandemi Covid-19 sebagai penyebab kondisi keuangan perseroan tersebut.
Laporan keuangan per 31 Desember 2020 dari emiten berkode saham CMPP itu mencatatkan pendapatan usaha Rp 1,61 triliun. Angka ini jeblok hingga 75,99 persen bila dibandingkan dengan pendapatan 2019 yang sebesar Rp 6,7 triliun.
Beban usaha perseroan juga tetap tinggi yakni sebesar Rp 4,41 triliun. Meskipun sebetulnya nilai beban usaha tersebut lebih rendah dibandingkan dengan 2019 yang sebesar Rp 6,7 triliun.
AirAsia akhirnya mencatatkan rugi usaha sebesar Rp 2,8 triliun sepanjang 2020 atau berbanding terbalik dari 2019 yang mencatatkan laba Rp 113,94 juta. Setelah dikurangi berbagai beban dan manfaat pajak, perseroan mencatatkan rugi tahun berjalan yang membengkak.
Pada tahun 2020, rugi tahun berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk perseroan tercatat Rp 2,75 triliun. Sementara pada 2019 angkanya hanya Rp 157,47 miliar.
Sementara itu, total liabilitas juga membengkak karena penerapan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 73 yang baru. Head of Corporate Secretary AirAsia Indonesia Indah Permatasari Saugi menjelaskan terjadi kenaikan pada pos total liabilitas sebesar 273 persen karena penerapan PSAK 73 yang baru.
Sesuai Laporan Keuangan CMPP untuk periode 31 Desember 2020, tercatat kenaikan pada pos total liabilitas sebesar 273 persen yaitu sejumlah Rp 6.579.985.070.510 atau Rp 6,57 triliun dibandingkan dengan periode yang sama di tahun 2019.