TEMPO.CO, Jakarta - Harga minyak menetap lebih tinggi pada akhir perdagangan Selasa (Rabu pagi WIB), ditopang data impor Cina yang kuat. Tetapi reli dibatasi oleh kekhawatiran bahwa jeda pada vaksin Johnson & Johnson dapat menunda pemulihan ekonomi dan membatasi pertumbuhan permintaan minyak.
Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Juni bertambah 39 sen atau 0,6 persen, menjadi ditutup di 63,67 dolar AS per barel. Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Mei terangkat 48 sen atau 0,8 persen, menjadi menetap di 60,18 dolar AS per barel.
Kedua kontrak tersebut mencatatkan perubahan kurang dari satu persen selama lima sesi berturut-turut."Kami telah melakukan perdagangan dalam kisaran sempit, dan membutuhkan data permintaan yang jelas serta arahan tentang persediaan AS untuk keluar dari palung ini," kata Phil Flynn, analis senior di Price Futures Group di Chicago.
Ekspor Cina tumbuh dengan kecepatan tinggi pada Maret dalam dorongan lain untuk pemulihan ekonomi negara tersebut, saat permintaan global meningkat di tengah kemajuan vaksinasi Covid-19. Pertumbuhan impor melonjak ke level tertinggi dalam empat tahun.
Impor minyak mentah ke Cina melonjak 21 persen pada Maret dari titik terendah tahun sebelumnya karena kilang-kilang meningkatkan operasi mereka.
Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak atau OPEC dalam laporan bulanannya menaikkan perkiraan pertumbuhan permintaan minyak tahun ini sebesar 70.000 barel per hari dari perkiraan sebelumnya menjadi 5,95 juta barel per hari, atau 6,6 persen.
Juga mendukung harga menjelang data mingguan, stok minyak mentah AS diperkirakan turun minggu lalu untuk minggu ketiga berturut-turut, sementara persediaan minyak sulingan dan bensin kemungkinan meningkat, menurut analis dalam jajak pendapat Reuters.