“Kalau vaksin program pemerintah biaya tersebut [distribusi dan logistik di dalam negeri] sudah ditanggung semua, namun kalau di swasta masih dihitung. Tentunya kami akan mengikuti ketentuan batas tarif pelayanannya. Kami tidak mau nanti ada unsur komersialisasi. Biar pemerintah yang meregulasi,” ujarnya.
Rosan meyakini kepastian hukum pada skema vaksin gotong royong bisa mengakselerasi pemulihan kesehatan dan perekonomian. Semakin banyak masyarakat yang divaksin diharapkan bisa memberi kepastian kembalinya mobilisasi dan aktivitas perekonomian. “Kami harap faktor ketidakpastian menurun dan masyarakat berani mobilisasi dan melakukan kegiatan ekonomi sehingga perekonomian lebih baik,” kata Rosan.
Sebelumnya epidemiolog dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI) Pandu Riono mengatakan, bahwa seharusnya tak boleh ada peluang untuk vaksinasi mandiri. “Vaksinasi mandiri bisa menggagalkan upaya penanganan pandemi dengan memfokuskan penduduk prioritas yang perlu divaksinasi, bukan berdasarkan kemampuan sosial ekonomi, dapat melebarkan kesenjangan akses dan pengabaian hak sehat rakyat diamanatkan konstitusi,” ungkapnya.
Pandu mengkhawatirkan, dengan vaksinasi mandiri, orang kaya dapat lebih dulu, karena perusahaan tempat bekerja sudah membeli vaksin. Dikhawatirkan, tujuan vaksinasi berubah, bukan lagi gotong-royong untuk percepatan dan perluasan cakupan vaksinasi bagi rakyat. “Gagasan vaksin mandiri, itu hanya dicetuskan dalam kondisi ketidakwarasan atau waras tapi tidak punya etika kesehatan publik,” ujar Pandu soal vaksin gotong royong.
BISNIS
Baca juga: Bio Farma: Vaksin Mandiri Covid-19 Bukan Komersialisasi