TEMPO.CO, Jakarta - Corporate Secretary PT Bio Farma (Persero) Bambang Heriyanto memastikan vaksin mandiri Covid-19 tidak akan digunakan untuk kepentingan komersial seumpama pemerintah telah membuka akses perizinan tersebut.
“Bahwa vaksinasi mandiri bukan komersialisasi, tapi merupakan usaha gotong royong masyarakat dalam ikut peran serta dan membantu percepatan program vaksinasi,” ujar Bambang saat dihubungi pada Jumat, 22 Januari 2021.
Baca Juga: Bio Farma: Merek Vaksin Mandiri Beda dengan yang Gratis, Bukan untuk Individu
Vaksinasi Covid-19 bertujuan untuk membangun kekebalan kelompok dengan kebutuhan minimal penyuntikan 70 persen dari total jumlah penduduk. Di Indonesia, pemerintah menargetkan akan menyuntik 181,5 juta penduduk.
Untuk mengejar target vaksinasi, pemerintah pun mempertimbangkan opsi vaksin mandiri. Menurut Bambang, vaksin mandiri bertujuan untuk mempercepat proses imunisasi agar pandemi Covid-19 cepat tertangani.
Namun, vaksin mandiri nantinya dikhususkan bagi perusahaan yang bertanggung jawab atas kesehatan tenaga kerjanya. Dengan demikian, vaksin mandiri rencananya tidak akan dibuka untuk individu.
“Tapi, sekali lagi, ini belum menjadi keputusan final. Pemerintah masih mengkaji wacana ini secara mendalam,” kata Bambang.
Pemerintah membuka opsi vaksinasi mandiri Covid-19 setelah program vaksin gratis berjalan. Rencana kebijakan dan aturan vaksin mandiri kini masih dimatangkan di Kementerian Kesehatan.
Bambang menerangkan seumpama akses mandiri dibuka, otoritas akan mengatur agar merek vaksin yang dipakai tak sama dengan program vaksin gratis pemerintah. Kebijakan tersebut dinilai penting untuk mengantisipasi adanya praktik jual-beli vaksin gratis.
Kementerian Badan Usaha Milik Negara atau BUMN mengakui telah menerima banyak permintaan pembukaan vaksinasi mandiri Covid-19 dari perusahaan. Para pengusaha umumnya menginginkan akses vaksinasi dibuka secara mandiri untuk kepentingan karyawannya.
“Banyak permintaan untuk bisa memvaksin karyawan. Jadi bukan pengusahanya yang divaksin, tapi karyawannya supaya lebih produktif,” ujar Staf Khusus Bidang Komunikasi Kementerian BUMN, Arya Sinulingga.
Permintaan itu datang lantaran perusahaan telah memperhitungkan efisiensi dan efektivitas vaksin mandiri dari sisi biaya dan waktu. Kepada Kementerian, para pengusaha bercerita bahwa selama ini perusahaan banyak mengeluarkan dana untuk tes swab Antigen bagi karyawan.
Bila dihitung ulang, kebutuhan itu sama besarnya ketika perusahaan mengeluarkan ongkos untuk vaksinasi. “Mereka perkirakan sama saja harganya,” tutur Arya.
Meski demikian, Kementerian BUMN belum bisa memastikan kejelasan terkait vaksinasi mandiri. Sebab, Kementerian masih menunggu keputusan kebijakan tersebut dari Kementerian Kesehatan. “Keputusan mengenai itu (vaksin mandiri) apakah akan ada atau tidak ada, kami menunggu saja,” tutur Arya.