TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Suhanto menyebut harga eceran tertinggi gula pasir sebesar Rp 12.500 per kilogram sulit dicapai. Di pasaran, harga gula pasir saat ini menembus kisaran Rp 18.000 per kilogram.
"Dari hasil pantauan kami, khususnya di Indonesia bagian timur, HET gula saat ini sulit dicapai dengan biaya distribusi yang tinggi," ujar Suhanto dalam rapat bersama Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat, Kamis, 23 April 2020. Ia pun mendapat masukan dari pelaku industri terkait untuk meninkau kembali harga eceran tertinggi tersebut.
Atas masukan tersebut, Suhanto mengatakan kementeriannya akan kembali melakukan evaluasi dan pengkajian, serta menghitung kembali biaya produksi serta biaya lain seperti keuntungan di rantai penyaluran. Dengan demikian ia menuturkan Kemendag akan menetapkan HET yang wajar di kondisi sekarang.
"Juga dengan mempertimbangkan biaya produksi petani yang mungkin sekarang sudah meningkat ketimbang ketika HET ditentukan beberapa tahun lalu," tutur Suhanto.
Gula menjadi satu dari tiga komoditas yang terpantau masih tinggi pada awal Ramadan 2020. Tiga komoditas yang terpantau masih tinggi harganya antara lain bawang merah, gula pasir, dan bawang putih. Simpulan itu didapat melalui pantauan di 223 pasar di daerah di seluruh Indonesia.
Untuk menekan harga gula di pasaran saat ini, Suhanto mengatakan sebelumnya Kemendag sudah mengeluarkan kebijakan untuk melakukan impor gula. Impor dinilai perlu dilakukan untuk mengisi kekurangan pasokan akibat mundurnya musim giling yang mestinya mulai April ke Juni. Mundurnya musim giling tersebut disebabkan oleh panjangnya musim kemarau.
"Untuk mengisi itu, Kemendag melakukan langkah konkret seperti mengisi dengan berbagai kebijakan, misalnya memberikan izin impor gula kristal mentah yang bisa diolah menjadi gula kristal putih oleh produsen gula berbasis tebu," ujar Suhanto.
Namun, rencana impor tersebut mengalami kendala dalam realisasi lantaran berbagai alasan, salah satunya adalah dengan adanya wabah Virus Corona alias COVID-19. Munculnya pagebluk membuat negara asal impor melakukan kebijakan seperti lockdown yang menghambat pembelian.
Akhirnya, langkah yang lebih strategis dilakukan Kemendag antara lain dengan merelokasi gula dari bahan gula mentah rafinasi untuk industri mamin ke gula kristal putih konsumsi sebanyak 250.000 ton. Suhanto berujar kebijakan itu diambil melalui rapat koordinasi terbatas dengan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.
Langkah tersebut ternyata tidak serta merta bisa menarik harga gula turun. Suhanto mengatakan para produsen tidak mengerahkan penggilingannya 100 persen untuk membuat gula konsumsi, melainkan juga tetap memperhitungkan kebutuhan industri makanan dan minuman. Sehingga, kapasitas produksi dibagi 50 persen banding 50 persen untuk memproduksi dua jenis gula tersebut.
Hingga Kamis kemarin, realisasi dari relokasi itu baru mencapai 86 ribu ton. Adapun kapasitas produksi gula kristal putih konsumsi per hari rata-rata dari sepuluh perusahaan adalah sebanyak 8.000 ton. Di samping itu, Suhanto melihat persoalan lainnya adalah distribusi yang perlu waktu.
"Sehingga barangkali masih didapati di beberapa daerah masih terjadi kekurangan," ujar dia. Berdasarkan informasi dari produsen yang mendapat penugasan, Suhanto mengatakan mereka akan menggenjot lagi produksi gula pasir dan paling lambat sepekan ini kebutuhan gula bagi masyarakat akan terpenuhi.
CAESAR AKBAR