TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Keuangan mengakui peningkatan utang korporasi menjadi ancaman baru sistem keuangan di negara-negara berkembang, tak terkecuali Indonesia. Persoalan ini muncul dalam pertemuan negara-negara G20 di Riyadh, Arab Saudi, pada 22 hingga 23 Februari 2020 kemarin.
“Ini menjadi perhatian karena bisa mengganggu stabilitas sistem keuangan,” kata Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Makro Ekonomi dan Keuangan Internasional, Suminto, dalam konferensi pers di Kantor Kemenkeu, Jakarta, Senin, 2 Maret 2020.
Suminto menjelaskan, di tengah pelemahan ekonomi global saat ini, hampir semua negara menerapkan kebijakan moneter yang longgar. Akibatnya, likuiditas di perbankan meningkat sehingga banyak korporasi yang mengajukan kredit. Sehingga, rasio utang mereka pun meningkat. “Sehingga menjadi penting bagaimana kita mengelola utang korporasi ini,” kata dia.
Sebelumnya pada 25 Februari 2020, Koran Tempo telah menurunkan laporan soal beban utang dari BUMN konstruksi yang kian membumbung, khususnya pada kewajiban jangka pendek. Sepanjang 2015 sampai 2018 misalnya, rasio utang dengan permodalan BUMN sektor ini mencapai 100 persen.
Tapi jauh sebelumnya itu, konsultan manajemen multinasional McKinsey and Company juga sudah mengingatkan negara-negara Asia dan termasuk Indonesia untuk mewaspadai terulangnya krisis moneter 1997-1998. Sebab, utang perusahaan-perusahaan di Asia (termasuk Indonesia) telah membengkak sehingga menanggung utang jangka panjang lebih dari 25 persen.
Dalam laporan McKinsey and Company, disebutkan bahwa korporasi di Australia, Cina, Hong Kong, India, dan termasuk Indonesia menanggung utang jangka panjang lebih dari 25 persen dengan interest coverage ratio (ICR) kurang dari 1,5. Khusus untuk Indonesia, utang jangka panjang dengan ICR kurang dari 1,5 mencapai 32 persen.
Selain itu, tingkat utang Indonesia yang menggunakan mata uang asing berada di angka 50 persen, jauh di atas rata-rata di negara-negara yang proporsinya hanya sebesar 25 persen. Tingginya utang dengan denominasi asing tersebut menyebabkan Indonesia rentan terhadap fluktuasi nilai tukar mata uang.
Tempo telah mengkonfirmasi laporan McKinsey ini kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sejak akhir tahun lalu. “Kalau ada laporan-laporan seperti itu, kami akan melihat apakah berbeda dari sisi bacaannya, dari kami,” kata dia saat ditemui usai acara peluncuran Modul Penerimaan Negara (MPN) Generasi Ketiga di Kantor Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Jakarta Pusat, Jumat, 23 Agustus 2019.
FAJAR PEBRIANTO