TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Utama Bank Tabungan Negara atau BTN, Pahala Nugraha Mansyuri mengatakan upaya penurunan rasio non-performing loan (NPL) atau kredit macet di banknya akan terkendala dampak penyebaran virus corona. Pahala mengatakan, penurunan rasio NPL, utamanya di segmen konsumer, belum dapat signifikan dicapai pada kuartal I.
"Dengan adanya perkembangan yang terakhir, segmen pariwisata dan sektor yang rentan penurunan perjalanan dari luar negeri ke Indonesia karena virus corona, sedikit banyak menghambat penurunan angka NPL di segmen konsumer di Q-1 (kuartal I)," ujar Pahala di Menara Yodya, Cawang, Jakarta Timur, Senin, 17 Februari 2020.
Menurut Pahala, perusahaan berkode emiten BBTN itu baru dapat menggenjot penurunan NPL secara signifikan pada kuartal II sampai kuartal IV nanti. Adapun hingga akhir tahun, BTN menargetkan rasio kredit macet dapat menurun hingga 3,5 persen.
Pada akhir 2019, BTN mencatat NPL gross perseroan naik dari 2,81 persen menjadi 4,78 persen. Sedangkan rasio NPL net naik dari 1,8 persen menjadi 2,96 persen.
Kenaikan rasio kredit macet ini mengharuskan BTN menaikkan biaya pencadangan yang dampaknya menurunkan laba emiten. Dalam laporan keterbukaan, laba perusahaan tahun lalu anjlok sampai 92,5 persen dari Rp 2,8 triliun pada akhir 2018 menjadi Rp 209,26 miliar.
Pahala menjelaskan, perseroan sudah menyiapkan strategi untuk menurunkan rasio NPL. Misalnya dengan memperkuat sistem collection management. BTN juga akan mempercepat penjualan aset kredit macet.
Direktur Collection & Asset Management Bank BTN Elizabeth Novi mengatakan, penjualan aset akan dilakukan melalui lelang. "Kami akan lelang aset rumah murah BTN dan menawarkan untuk menjual massal ke investor," ujarnya.
BTN akan melibatkan platform penjualan e-commerce seperti Bukalapak untuk memudahkan penjualan aset. Di sisi lain, perseroan juga akan membuka kerja sama dengan lembaga pembiayaan sekunder perumahan Secondary mortgage facility (SMF) untuk meneruskan kredit-kredit bermasalah secara massal.