TEMPO.CO, Jakarta - Founder Center For Indonesia Taxation Analysis (CITA), Yustinus Prastowo menilai pemerintah perlu merevisi target penerimaan pajak pada 2020. Hal ini karena dia melihat kondisi ekonomi yang kemungkinan masih akan stagnan di 2020.
Menurut dia, kondisi global juga masih menekan perekonomian Indonesia. "Mau tidak mau revisi target lah untuk tahun 2020," kata Yustinus di Gedung Kementerian Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, Jakarta, Senin, 6 Januari 2019.
Yustinus menjelaskan, target 2020 perlu disesuaikan dengan capaian atau realisasi penerimaan pajak pada 2019. "Jadi growth-nya dihitung dari realisasi. Kalau kemarin kan target ke target. Meski hanya 12 persen, tapi jadi tinggi ketika sekarang itu realisasi ke target," ujarnya.
Idealnya, kata dia, target pajak 2020 tumbuh 10 persen dari pemerimaan tahun sebelumnya. Namun, hal itu kata dia, membuat risiko belanja negara pun menjadi tertekan.
Karena itu, menurut Yustinus, jika target pajak diturunkan, perlu dibarengi dengan melakukan efisiensi belanja.
Adapun dia mengatakan, realisasi penerima hingga akhir 2019 sebesar 83,6 persen atau Rp 1.319 triliun. Realisasi itu menunjukkan shortfall atau selisih dengan target sebesar Rp 257 triliun. "Secara nominal iya(terburuk dalam 5 tahun), tapi secara presentase tidak," kata Yustinus.
Dengan realisasi penerimaan pajak sebesar 83,6 persen dari target itu, kata dia, maka penerimaan pajak 2020 mau tak mau harus tumbuh 23 persen. Nilai tersebut menurutnya berat dicapai. "Agak berat ya, tahun lalu aja cuman1 persen, sekarang butuh 23 persen, berarti kan double 20 kali, berat," ujar Yustinus.