TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate mengatakan Pemerintah sedang merumuskan aturan guna mendapatkan pajak dari layanan digital penyedia hiburan seperti Netflix, Spotify, dan sejenisnya. Rincian beleid itu bakal masuk ke dalam Omnibus Law Perpajakan.
Johnny menjelaskan, dalam perumusan pemungutan pajak itu semangatnya adalah kesadaran bahwa ada unsur pajak dari setiap nilai tambah yang dihasilkan di suatu negara. "Unsur pajak itu perlu dilakukan, dibayarkan," ucapnya di kediamannya Cilandak, Jakarta Selatan, Rabu, 25 Desember 2019.
Ia mengatakan, rancangan Omnibus Law telah memasuki tahap akhir, walaupun mengalami penundaan dari target sebelumnya masuk ke Dewan Perwakilan Rakyat pada Desember tahun ini. Namun Johnny berharap, bisa segera disahkan dan kemudian diaplikasikan." Saya kira dalam tahap akhir."
Ketika beleid ini telah disahkan, menurut Johnny, maka seluruh penyedia layanan secara legal harus memenuhi kewajibannya membayar pajak. Jika tidak, maka dianggap melanggar Undang-undang. "Kalau gak bayar, maupun di dalam negeri atau pun luar negeri pasti ada sanksinya," tuturnya.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati telah bertemu dengan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Puan Maharani. Dalam pertemuan tersebut, Sri Mulyani menjelaskan mengenai konsep rancangan Undang-undang Omnibus Law Perpajakan.
Dalam pertemuan tersebut, Sri Mulyani menjelaskan bahwa Omnibus Law bidang perpajakan bakal terdiri dari 28 pasal. Namun, pasal-pasal tersebut mengamandemen sebanyak 7 Undang-Undang (UU) yang telah ada sebelumnya. Semua pasal tersebut juga terdiri dari 6 klaster isu perpajakan.
Salah satu klaster dalam beleid tersebut mengenai perpajakan ekonomi digital, khususnya terkait transaksi elektronik yang dinilai sama dengan pajak biasa. Hal ini berlaku untuk platform digital, lewat PPN. Pemungutan itu juga bakal diberlakukan bagi platform yang tidak memiliki kantor fisik atau berbentuk Badan Usaha Tetap (BUT).