Suharno menuturkan, kondisi ini diperparah dengan kinerja ekspor yang melemah. Selama 10 tahun terakhir, nilai ekspor tekstil dan garmen Indonesia hanya tumbuh US$ 3,1 juta. Sementara negara tetangga seperti Bangladesh mampu tumbuh hingga US$ 45 juta dalam periode yang sama. Vietnam pun moncer dengan pertumbuhan US$ 30,4 juta.
Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil Kementerian Perindustrian Muhammad Khayam menuturkan ekspor terhambat pemain-pemain baru yang menawarkan biaya tenaga kerja lebih rumah di tengah pangsa pasar yang stagnan. "Pemerintah akan mempercepat implementasi EU-CEPA dan negosiasi Free Trade Agreement dengan Amerika," ujar dia.
Pemerintah juga akan membantu industri dalam negeri memperbaiki fasilitas produksinya. Masalahnya, banyak pabrik masih menggunakan mesin tua yang berkapasitas rendah. Di sisi lain, pengadaan mesin baru lebih banyak dibeli dari luar negeri. "Kami ingin mendorong industri mesin kita harus hadir. Jadi harus ada orang yang bisa bikin mesinnya dan diintegrasikan ke dunia mode dan fashion," katanya.