TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyatakan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS saat ini masih terlalu murah. Namun ia optimistis potensi penguatan kurs rupiah masih terbuka lebar dalam beberapa waktu ke depan.
Baca: Awal 2019, Kurs Rupiah Jisdor Menguat ke Rp 14.465 per Dolar AS
Hingga Rabu siang pukul 14.00 WIB, nilai rupiah diperdagangkan sebesar Rp 14.465 untuk satu dolar AS di pasar spot. Angka tersebut melemah 19 poin dibanding saat pembukaan pasar Rabu pagi.
Perry yakin kurs rupiah masih berpotensi menguat terutama karena berkuranganya potensi dana keluar setelah sinyalemen Bank Sentral AS Federal Reserve yang memotong perkiraan frekuensi kenaikan suku bunganya tahun ini. Sebelumnya, di akhir 2018, BI memperkirakan The Federal Reserve akan menaikkan suku bunganya menjadi hanya dua kali dari perkiraan sebelumnya sebanyak tiga kali.
Selain itu, sebagai otoritas moneter, Perry berjanji akan mengoptimalkan langkah stabilisasi pasar tahun ini dengan berbagai instrumen seperti intervensi yang terukur, barter valas (swap), maupun Domestik-NDF (DNDF). "Dua faktor lainnya untuk penguatan rupiah adalah kredibilitas kebijakan yang ditempuh oleh BI, maupun pemerintah, dan defisit transaksi berjalan yang lebih rendah," kata Perry.
Baca: 2019, Nilai Tukar Rupiah Masih Banyak Bergantung Ekonomi Global
Di 2019, BI optimistis bahwa defisit transaksi berjalan Indonesia akan menurun menjadi 2,5 persen Produk Domestik Bruto (PDB) dari kisaran tiga persen PDB di 2018. Sepanjang 2018, ketika tekanan eksternal sedang tinggi menerpa pasar keuangan Indonesia, rupiah terdepresiasi 5,9 persen, dengan tingkat volatilitas delapan persen.
ANTARA