TEMPO.CO, New York - Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti kembali menegaskan komitmen Indonesia dalam memberantas kejahatan perikanan. Saat ini tak ada lagi kapal asing dan kapal eks asing yang beroperasi. Namun, masih banyak nelayan yang tak melaporkan hasil tangkapan ikannya.
Baca juga: Susi Pudjiastuti Sebut Neraca Hasil Perikanan Naik, Ini Sebabnya
"Implementasinya di perairan Indonesia sudah baik. Tak boleh lagi ada kapal asing dan eks asing yang beroperasi. Tapi masih banyak tangkapan ikannya yang unreported, belum dilaporkan," ujar Susi saat menjadi pembicara dalam pertemuan Dewan Direktur Sustainable Development Solution Network (SDSN) ke-13 di New York City, Amerika Serikat, Senin, 24 September 2018.
Menurut Wahyu Muryadi dari Tempo, hadir dalam pertemuan di gedung Interchurch Center itu sekitar 100 peserta ahli pembangunan berkelanjutan dari berbagai negara, termasuk Jeffrey Sachs (Direktur SDSN), Guido Schmidt-Traub (Direktur Eksekutif SDSN), dan Peter Bakker (CEO World Business Council on Sustainable Development), Mari Elka Pangestu, anggota Dewan Direksi SDSN dan Prof. Jatna Supriatna, Guru Besar dari Universitas Indonesia.
Susi menjelaskan bahwa tujuan pertemuan dalam bentuk panel ini untuk meninjau kembali prioritas implementasi untuk mencapai target-target tujuan pembangunan berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs).
SDSN adalah forum yang dibentuk pada 2012 oleh Sekjen PBB saat itu, Ban Ki Moon untuk mengakselerasi implementasi SDG''s. Hingga kini, SDSN bergerak di bawah naungan Sekjen PBB Antonio Gutteres. SDSN mengumpulkan para pakar dari mancanegara untuk mempromosikan solusi pembangunan berkelanjutan, termasuk SDG's dan Paris Climate Agreement.
Dalam pertemuan panel bersama Jaringan Solusi Pembangunan Berkelanjutan ke-13 itu, Menteri Susi menyampaikan bahwa pembangunan berkelanjutan sektor laut sudah diakui sejak tahun 1972 dalam UN Conference on the Human Environment di Stockholm, Swedia. Agenda 21 yang diadopsi pada tahun 1992 dalam UN Conference on Environment and Development (UNCED) juga mengakomodir satu bab khusus tentang perlindungan dan pengelolaan laut. Pengakuan pembangunan berkelanjutan sektor laut mulai sangat terasa ketika pada 2002, manakala Johannesburg Plan of Implementation (JPOI) mengadopsi enam paragraf tentang aksi-aksi untuk mengelola laut dan sumber daya laut secara berkelanjutan.
Sejak itu, lanjut Susi, PBB mengadopsi Agenda for Sustainable Development, yang mengakomodir SDG's 14 tentang perlindungan dan pemanfaatan sumber daya laut secara berkelanjutan. "Komunitas internasional semestinya meniru jejak Indonesia dalam berkomitmen memberantas kejahatan perikanan. Kejahatan ini hanya bisa diberantas kalau ada kerjasama internasional," katanya.
Susi kemudian menceritakan realitas di lapangan. "Mereka memakai kapal Indonesia, lalu hasil tangkapannya dialihkan di tengah laut memakai tramper collector," katanya.
Susi juga menegaskan bahwa Indonesia berkomitmen untuk memenuhi target target SDG's 14. Ia mengungkapkan pentingnya memanfaatkan tiga platform global, yaitu Our Ocean Conference, UN Ocean Conference, dan High Level Panel for Sustainable Ocean Economy untuk mengaktualisasikan pembangunan berkelanjutan. "Komitmen ini tak cukup hanya mengandalkan kehendak politik penguasa di negara bersangkutan, tapi memerlukan kerjasama regional dan internasional".