TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Retail Indonesia atau Aprindo, Tutum Rahanta mengatakan nilai tukar rupiah yang terus melemah tentu bakal memberatkan pengusaha. Salah satunya, kata dia, bisa membuat harga barang yang dijual menjadi naik karena dorongan raw material yang menjadi lebih mahal.
Baca: Sandiaga: 100 Ribu Dapat Bawang dan Cabai, Begini Respons Netizen
Baca Juga:
"Kenaikan harga pasti tapi bervariasi. Tapi saya ambil contoh harga plastik ini sampai sekarang naiknya udah empat sampai lima kali lipat tetapi secara gradual," kata Tutum ditemui di Warung Daun Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu, 8 September 2018.
Adapun, selama sepekan terakhir rupiah tengah menjadi buah bibir akibat terus tertekan. Misalnya pada Rabu, 5 September 2018 kemarin, menurut data Bank Indonesia kurs beli rupiah dibanderol Rp 15.002 per dolar Amerika Serikat. Adapun kurs beli saat itu mencapai Rp 14.852 per dolar Amerika.
Sementara itu, pada Jumat, 7 September 2018 lalu rupiah telah menguat. Merujuk pada Kurs Referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate atau JISDOR, rupiah pada Jumat, 7 September 2018 lalu tercatat menguat ke level Rp 14.884 per dolar Amerika Serikat. Sementara itu, merujuk data RTI, di pasar valas nilai tukar rupiah telah mencapai di level Rp 14.813 per dolar Amerika Serikat.
Tutum mengatakan kenaikan harga barang akibat nilai tukar rupiah adalah keniscayaan. Sebab, jika tak dinaikan pasti juga akan membebani pengusaha lantaran beberapa barang komponen barang bahan baku pasti naik.
Meskipun demikian, Tutum menjelaskan saat ini tak semua pengusaha memilih menaikkan harga barangnya. Sebab, beberapa perusahaan telah melakukan perhitungan mengenai dampak nilai tukar dan berserta kenaikan sejak akhir atau awal tahun sebelumnya.
"Jadi harga bisa naik sekarang atau memang telah naik sebelum-sebelumnya karena mereka telah menghitung sebelumnya. Bahwa rentang nilai tukar sudah diperkirakan sampai Rp 15.000. Ini kebiasaan pelaku yang melakukan penyesuaian," kata Tutum.
Selain itu, Tutum menjelaskan tidak semua barang harganya bakal dinaikkan sebab hal ini juga tergantung dengan kondisi persaingan pada barang yang tertentu. Ia mencontohkan, harga barang barang bakal naik jika produsen yang sama juga ikut menaikkan harga.
Tutum menambahkan kenaikan harga tersebut selain dipengaruhi oleh nilai tukar rupiah yang terus melemah juga bakal dipengaruhi oleh naiknya PPh Pasal 22 atau pajak impor barang yang juga telah dinaikkan oleh pemerintah.
Baca: Rupiah Jeblok, Warga Tukarkan Dolar Hingga USD 25.000
Sementara itu, Tutum memperkirakan gara-gara nilai tukar rupiah yang terus melemah tersebut, pertumbuhan ritel pada akhir tahun bakal berat untuk mencapai angka 10 persen. Sebab capaian pertumbuhan pada puncak retail yang biasanya terdongkrak saat momen puasa dan Idul Fitri ternyata belum optimal.