TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakan pelaku pasar menantikan kebijakan pengendalian impor seperti diungkapkan Menteri Keuangan Sri Mulyani Selasa lalu. Terutama pembatasan impor barang Cina.
"Ini sebagai langkah preventif serbuan barang impor murah yang melonjakkan permintaan valas di semester II. Pelaku pasar menunggu terobosan konkret dari pemerintah," ujar Bhima, Kamis malam, 5 Juli 2018.
Baca juga: Jaga Stabilitas Rupiah, Sri Mulyani Akan Batasi Impor
Selasa lalu Sri Mulyani mengatakan akan membatasi impor barang, guna menjaga stabilitas rupiah yang semakin melemah. "Secara selektif kami akan meneliti kebutuhan impor," kata dia di Komplek Parlemen, Jakarta.
Sri Mulyani menjelaskan akan menyeleksi konten-konten impor yang dibutuhkan. Dia memprioritaskan barang impor yang digunakan untuk pembangunan dan sangat dibutuhkan.
Menurut Bhima, selain industri yang butuh bahan baku impor, penyebab impor membengkak adalah proyek infrastruktur yang sedang dikerjakan BUMN. Indikasinya, kata Bhima, impor mesin dan mekanik tumbuh 31,9 persen (yoy) selama Januari hingga Mei 2018.
Bhima mengatakan jmpor mesin dan peralatan listrik naik 28,16 persen (yoy) dan besi baja 39 persen (yoy). Menurut Bhima, komitmen BUMN penting agar defisit perdagangan mengecil sehingga permintaan valas turun. "Kalau impor BUMN-nya diatur saya kira sudah cukup signifikan menguatkan rupiah. Atur impor BUMN dulu baru evaluasi impor swasta," kata Bhima.
Senior Analyst CSA Research Institute Reza Priyambada mengatakan pelaku pasar melakukan aksi menahan diri menjelang pengenaan tarif terhadap sejumlah barang impor Cina. Hal tersebut berimbas pada pergerakan sejumlah mata uang yang cenderung flat.