TEMPO.CO, Lamongan - Perajin tenun ikat di Kabupaten Lamongan mengaku pasar ke luar negeri tetap jalan dan stabil, meski rupiah terhadap dolar Amerika Serikat melemah. Sempat ada penurunan untuk ekspor, tapi justru pasar permintaan dalam negeri menguat. “Jadi yang ekspor jalan, pasar lokal juga ramai,” ujar Miftakhul Khoiri, seorang perajin tenun ikat asal Desa Parengan, Kecamatan Maduran, Lamongan, kepada Tempo, Rabu, 25 April 2018.
Di Kecamatan Maduran, terutama di Desa Parengan, sekitar 35 kilometer arah barat Kota Lamongan, terdapat 28 perajin tenun ikat rumahan. Di desa tersebut ada sekitar 2.500 pegawai lepas tenun ikat yang memproduksi pelbagai hal. Mulai kain tenun, hingga sarung tenun. Industri rumahan tersebut berjalan sejak 1950-an hingga tahun 2018 ini.
Baca: Menteri Darmin: Fundamental Kurs Rupiah 13.500 per Dolar AS
Produksi tenun ikat selama ini mengandalkan pasaran lokal. Namun sebagian juga diekspor ke sejumlah negara, terutama di Timur Tengah dan Eropa. Rata-rata tiap pekan menghasilkan 1.200 hingga 1.350 potong sarung atau kain tenun ikat. Dari jumlah tersebut, sekitar 75 persennya khusus untuk pesanan ekspor ke sejumlah negara di Timur Tengah, seperti Arab Saudi, Suriah, dan Somalia. “Pasaran terbesar memang ke Timur Tengah,” ujar Pak Mif, panggilan Miftakhul.
Miftakhul mengakui dalam beberapa pekan ini ekspor agak menurun karena sejumlah negara di Timur Tengah sedang krisis keamanan. Meski demikian, hal itu tidak mengurangi produksinya. Dan itu terbukti, tiap pekannya bisa ekspor minimal 1.200 lembar tenun ikat. Adapun nilainya sekitar Rp 2 miliar per bulannya dan bisa lebih.
Selain itu, pasaran lokal cukup menjanjikan. Terutama yang dikirim ke sejumlah kota besar di Pulau Jawa. Sebab, dengan kualitas tenun ikat yang sudah terkenal, harga jualnya terjangkau. Harga termurah Rp 125 ribu per lembar hingga Rp 750 ribu per lembarnya. “Tenun ikat dari Lamongan dikenal di luar,” ucap Miftakhul.
Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Lamongan menyebutkan nilai ekspor pada 2016 sebesar Rp 123.900.000 menjadi Rp 136.933.600.000 pada 2017 atau ada kenaikan Rp 13.033.600.000. Kenaikan itu terutama disebabkan oleh adanya dua unit usaha baru di Lamongan yang memiliki produk ekspor.
Menurut Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Lamongan Mohammad Zamroni, tenun ikat tersebut berasal dari berbagai tempat di Lamongan. Komoditas itu di antaranya sarung tenun ikat, berbagai kerajinan kreatif, dolomit, meubelair, pupuk alam, snack, dan olahan hasil ikan laut. Negara tujuannya pun beragam, mulai Timur Tengah, hingga beberapa negara di Eropa.
Pada Senin, 23 April 2018, kurs rupiah sempat melampaui level Rp 13.900 per dolar Amerika. Lalu pada hari ini rupiah sempat menguat tipis ke Rp 13.888 per dolar Amerika. Sejumlah pengamat memperkirakan pelemahan bakal berlanjut hingga melewati Rp 14 ribu per dolar Amerika, yang terakhir kali terjadi pada Desember 2015.